Tuesday, May 22, 2007

(184) All The Same, Nothing Change

Ada atau tidak aku sekarang … apakah ada bedanya? aku masih hidup atau mati sekarang … apakah ada bedanya? toh dunia akan terus berjalan dan berputar tanpa diriku didalamnya. aku hanyalah sebuah titik hitam yang becampur dengan titik lain yang berwarna sama. apakah ada bedanya kalau aku menghilang dari sini? kurasa sama. apakah aku ada berharga? berapakah hargaku? tolong jawab, karena aku tidak bisa menjawabnya, aku tidak bisa membeli diriku sendiri. aku bahkan tidak mempunyai apa-apa untuk membeli diriku. sudah berapa lama aku tidak merasakan apa-apa seperti ini? sudah sebulan? setahun? seabad? aku tidak peduli. karena rasanya sama saja.
Duniaku runtuh? salah besar. duniaku bukan runtuh, tetapi busuk. sama busuknya dengan dosaku. dimana aku saat aku dibutuhkan? dimana telingaku saat aku dibutuhkan menjadi pendengar? dimana tanganku ketika aku dibutuhkan untuk memeluk? dimana aku ketika aku dibutuhkan? dimana? betapapun aku menyesal, apakah ada gunanya? betapapun aku mencoba memaafkan diriku, apakah ada gunanya? betapapun aku memperbaiki kehidupanku, apakah ada gunanya? beruntunglah mereka yang mempunyai sesuatu yang bernama kehidupan. beda dengan diriku sekarang, aku hidup, namun aku tidak mempunyai kehidupan. kehidupanku meluap dan menghilang begitu saja karena ketololanku, keegoisanku. aku tidak menyisakan satu hal yang baik pun dalam kehidupanku. sebagai anak, aku tidak mengerti dan aku tidak mengenal orang tuaku. sebagai teman aku tidak bisa diandalkan dan aku tidak lagi se-menyenang-kan dulu, aku tahu teman-temanku perlahan meninggalkan aku satu persatu tanpa aku sadari. sebagai kekasih aku lebih tidak berguna lagi, yang kulakukan hanyalah menyakiti orang yang menyayangiku. jadi harus sebagai apa aku hidup? sebagai binatang? karena aku merasa sama seperti binatang, hanya nafsu dan insting saja yang kugunakan. yah, aku binatang sekarang, bukan lagi manusia, bukan lagi seseorang, bukan lagi pria, bukan lagi wanita, bukan lagi anak, bukan lagi teman, bukan lagi kekasih, aku hanyalah binatang yang mengejar nafsu dan berjalan dengan mengandalkan insting.
Setengah-setengah, itu yang aku rasakan. hidupku seperti kue yang kubelah sendiri menjadi bagian-bagian kecil. tidak ada yang menyatu, semuanya terpisah-pisah dengan ukuran dan juga rasa yang berbeda, aku tidak memakan kue itu. aku hanya membelah dan melihatnya saja. bagaimana hidupku tidak terbelah? karena jiwaku sendiri terbelah. setengah hari pertama aku menjadi malaikat dan setengah harinya lagi aku berubah menjadi iblis … setiap harinya begitu, bagaimana aku bisa menjadi satu, karena bagaimana mungkin iblis dan malaikat bersatu? aku harus memilih.. aku harus. tapi aku memilih keduanya. karena aku membutuhkan keduanya. aku butuh malaikat dalam diriku, tetapi aku juga butuh iblis didalam diriku. aneh? seperti yang kubilang, apakah aku peduli? tidak. aku sama sekali tidak peduli. toh tidak ada lagi yang peduli kepadaku. terbakarlah mereka yang peduli padaku, karena mereka membuang waktu dan hari mereka untuk peduli kepadaku, untuk apa? aku tidak mau waktu mereka terbuang percuma.
Setiap hari aku bertanya dan berusaha menjadi peka dalam mencari jawabannya, namun aku tidak mendapatkan jawabannya, entah karena jawaban itu tidak datang tepat waktu, entah jawaban itu memang belum datang, entah memang karena tidak ada jawaban, atau karena aku kurang peka dalam mencarinya. entah … apapun itu, aku sudah lelah mencari jawabannya. karena masih banyak pertanyaan yang akan kuajukan. kalau menjawab satu pertanyaanku saja dibutuhkan satu kali hidupku, bagaimana dengan beribu pertanyaanku yang lain? aku hanya hidup satu kali. itu kenyataaan yang menyedihkan. berarti aku hanya bisa bertanya satu kali … jadi, apa pertanyaanmu? tanya tuhan terhadapku. aku hanya menunduk diam … aku tidak mau bertanya, aku mengunci lidah dan mulutku rapat-rapat, karena aku tahu kalau aku bertanya, aku menghabiskan satu kali masa hidupku untuk mencari, mendengarkan jawabnya … itupun kalau memang pertanyaanku ada jawabannya. jadi aku hanya menunduk diam, aku tidak berani menatap wajahNya. yang aku lakukan hanyalah duduk diam sambil memeluk diriku sendiri, walaupun aku tahu air mataku terus menetes saat aku menundukkan kepalaku. apakah aku peduli? tidak.
Biarlah aku menjadi sendiri seperti ini, selamanya? mungkin. aku tidak tahu, kalaupun harus seperti ini, maka ... jadikanlah. mungkin ini adalah jalan keluar terbaik. aku sudah capai dicari dan mencari, aku sudah muak mendengar dan didengar, aku sudah lelah menunggu dan ditunggu, aku sudah takut mencintai dan dicintai. jadi aku akan mengikuti apa yang disebut benda mati. aku diam. aku akan diam. aku harus diam. mungkin lebih mudah bagiku untuk diam dan tidak bersuara. hingga kapan? hingga waktuku habis.

(183) Take A Break …

Aku duduk diatas sofaku, sofa tua berwarna merah yang sudah menemaniku selama puluhan tahun aku hidup. aku menghempaskan diriku kedalam pelukan sofa itu dan memandang semua yang ada dihadapanku sekarang. semuanya terasa melambat ketika aku melihat apa yang ada dihadapanku. aku sudah puluhan juta kali melihat pemandangan yang sama, namun kali ini … sesuatu terasa beda. aku merasakan lebih tenang dan segalanya terasa sangat lambat. terasa seperti itu karena aku ingin merasakan jiwaku, aku ingin memutar balik hidupku untuk sesaat. aku ingin tahu apa saja yang sudah kucapai. aku memanyunkan bibirku. mencoba untuk memikirkan kira-kira sudah sampai dimana hidupku sekarang …
Aku ingin memutar kembali saat-saat dimana kehidupanku dimulai. mencoba mengingat-ingat kemana arah jalan hidupku sekarang. aku ingat saat aku kecil, aku terlihat seperti jamur, begitu bulat, begitu putih dengan potongan rambut seperti orang tolol. aku ingat aku pernah mengikuti gaya-gaya idola favoritku. aku menindik hidung dan telingaku untuk menjadi seperti mereka. aku mencuri beberapa barang dari toko saat aku remaja, aku tertarik dengan beberapa wanita sekelasku saat aku remaja. aku melakukan kenakalan-kenakalan wajar saat aku menginjak bangku sekolah yang lebih tinggi. aku ingat bagaimana rasanya melakukan sex untuk pertama kali, aku ingat bagaimana rasanya meninju seseorang karena kesal. aku ingat bagaimana rasanya emosiku tidak bisa dikendalikan, dan kau tahu? itu menakutkan.
aku ingat bagaimana rasanya sakitnya lenganku ketika aku menyiletnya dengan sepotong cutter. aku ingat bagaimana rasanya jatuh dari motorku saat aku balapan liar, aku ingat bagaimana kencangnya jantungku berdetak saat aku mencuri uang orang tuaku. aku ingat bagaimana bahagianya aku mendapat pekerjaan untuk pertama kali. aku ingat bagaimana bahagianya aku bertemu dengan orang yang aku cinta hingga sekarang. aku ingat bagaimana bebalnya aku terhadap kehidupanku. aku ingat saat aku menangis karena aku tidak kuat menghadapi ketakutanku. aku ingat wajah-wajah orang yang sudah sekian lama aku lupakan. aku ingat senyuman-senyuman teman-temanku yang sudah membantuku hingga sampai disini. mereka masih menemaniku hingga sekarang. dan masih banyak lagi suka duka hidup yang aku alami, aku rasakan dan aku simpan.
apakah yang aku capai sekarang? hidupku sama seperti jutaan orang diluar sana, kadang aku menangis, kadang aku tertawa begitu keras, kadang aku berdiam diri, kadang aku menjadi begitu penakut, kadang aku menjadi sangat brengsek, kadang aku menjadi orang yang aku sendiri tidak kenal, kadang aku menjadi orang yang sangat jahat, kadang aku menjadi orang yang begitu sombong, kadang aku begitu sentimentil, kadang aku menjadi malaikat, kadang aku begitu perhatian, tapi kadang aku menjadi begitu tidak peduli dengan apapun. tapi hei … itulah aku. dan aku suka menjadi driku.
gajiku tidak seberapa namun aku masih saja menjadi orang yang kekanak-kanakan. masih ingin ini dan ingin itu. kadang aku merasa aku pasti masuk neraka, karena aku sering mengatakan aku bukanlah orang ber-Tuhan, tetapi lihat sekarang, aku selalu berusaha mengandalkan Tuhan dalam setiap aspek kehidupanku, jadi bagaimana aku tidak merasa malu saat mengatakan kebodohan itu? kadang aku merasakan kejanggalan saat aku duduk bersama keluargaku, walaupun begitu, dalam hatiku, aku menyayangi setiap orang dalam keluargaku, dan aku akan melakukan apa saja untuk bisa menjadi lebih dekat dan mengenal mereka satu sama lain.
aku melipatkan kedua tanganku dan menutup mataku, mencoba mengingat-ingat semuanya. berapa umurku sekarang? seperempat abad. masih mudakah aku? atau aku sudah tergolong tua? aku tidak tahu. karena aku tahu akan masih banyak hal yang akan aku lewati. kadang-kadang orang-orang merasa mereka mengenalku begitu baik. tetapi mereka tidak tahu betapa berat dan susahnya perjuanganku hingga sampai di titik ini. persetan dengan mereka yang menganggap mereka berjasa, karena hanya segelintir dari mereka yang benar-benar berjasa dalam hidupku. tapi apapun itu, aku bersyukur mereka pernah berada didalam kehidupanku. aku tahu aku bukanlah orang yang sempurna, namun entah kenapa saat ini aku merasa begitu sempurna. perasaanku begitu damai.
aku tahu aku harus melihat lagi apa yang sudah terjadi dibelakangku, apa saja yang telah kulalui untuk bisa mencapai disini. dan kau tahu apa pemandangan yang aku lihat ketika aku melihat ke belakang? benang kusut. ya, hidupku kacau seperti benang kusut. tetapi hei … disinilah aku berada sekarang. dan aku senang berada disini sekarang. aku tahu aku semakin menua setiap harinya, aku tahu bebanku akan semakin bertambah setiap detiknya. tetapi menyesalkah aku untuk bisa berada disini? kurasa tidak. karena kalau aku menyesal, aku sudah meninggal saat usiaku 20 tahun. usia dimana aku pernah ingin menghabisi hidupku sendiri. tiga kali kucoba untuk bunuh diri, dan tiga pula aku dihentikan. jadi apa gunanya mati kalau kau bisa hidup? hidup adalah sesuatu yang harus dipelihara dan disyukuri seberat apapun jalannya. apa saja yang sudah kuraih sekarang? hmm … kekayaanku tidaklah seberapa, teman-temanku tidaklah banyak, namun aku tahu mereka adalah teman terbaikku, kekasihku kadang silih berganti … kadang mereka datang dan kadang mereka pergi. aku tidak mempunyai masalah dengan itu, karena aku berusaha menemukan cinta sejatiku sekarang. mungkin ada beberapa poin dalam hidupku yang belum kucapai, namun aku akan meraihnya suatu saat nanti. aku hanya berharap aku bertambah baik setiap tahunnya, bertambah bijak setiap tahunnya, dan menjadi semakin dewasa setiap tahunnya. karena akan ada saatnya aku duduk lagi di sofa merahku, dan memikirkan hal ini lagi. entah kapan, mungkin 10 tahun lagi? 20 tahun lagi? aku tidak tahu … aku hanya berharap ketika aku kembali memeriksakan diriku seperti ini, aku menemukan diriku menjadi lebih baik dari sekarang.

(182) Heighty Deity

"Semua akan baik-baik saja, Semua akan baik-baik saja …" ucap mereka kepadaku, sebuah panduan semangat yang saat ini harusnya kutiru dan kuambil, namun apa yang aku berikan kepada mereka? hanyalah tatapan tidak suka yang terpancar dari mataku. bagaimana mereka bisa mengatakan semua akan baik-baik saja? aku tahu aku yang melakukan kesalahan, aku tahu aku yang harusnya dihukum … dan sekarang aku sedang dihukum. semua macam pikiran terburukku datang dan menghampiri jiwaku, menerkam perlahan-lahan setiap sudut jiwaku, membuatku mati perlahan. aku merasa sungguh tidak berdaya sekarang, sungguh … aku tidak bisa berbuat apa-apa. kemarin aku masih baik-baik saja, tetapi lihatlah diriku sekarang. rapuh dan begitu mudah terpancing oleh serbuan suara yang menyuruhku memotong urat nadiku. jujur, ingin aku melukai tubuh dan juga memotong urat nadiku. namun aku pernah lolos dari kematian beberapa kali, dan aku merasa enggan untuk bermain dengan kematian, karena aku tahu aku tidak akan mendapatkan apa-apa. apa yang harus aku cari sekarang? sesuatu yang harusnya aku pertahankan sekarang sudah mulai perlahan goyah dan menghilang, namun mereka semua tetap berada di pojokan sana, berteriak sekuat mereka untuk menyemangatiku. namun jawaban yang aku berikan tetap sama, aku masih menatap mereka sinis. bagaimana bisa mereka mengerti akan keadaanku? mereka berada di kursi penonton, sedangkan aku … aku adalah pemain utamanya. tapi rasa sombongku itu benar-benar menjatuhkan diriku. aku melihat kebawah dan menemukan kalau diriku tidaklah ada artinya, hanya seperti seekor semut yang berada ditengah-tengah manusia yang berlalu-lalang, begitu mudah terinjak dan menghilang. dan mungkin itulah yang sedang aku lakukan sekarang, aku sedang terinjak dan berharap aku menghilang. namun kenyataannya? aku tetap disini, masih sama seperti sedia kala. Kini mereka menyuruhku untuk maju, aku tidak mau beranjak maju, aku ingin tetap disini, aku malas untuk bergerak maju. karena aku takut akan apa yang akan aku hadapi didepan sana nantinya. namun semakin aku menolak teriakan mereka, semakin kencang teriakan mereka terdengar di telingaku, "jangan takut … jangan takut. Semuanya akan baik-baik saja. Percayalah. Meskipun saat ini di hadapanmu adalah jalan yang menanjak dan penuh dengan duri. namun melangkahlah dengan gagah berani."
aku melihat kedua kakiku dari tempatku berada, apa yang aku rasakan sekarang? tidak ada, benar-benar tidak ada, yang ada hanyalah rasa bosan dan malas akan segala sesuatunya. sesuatu yang tadinya bernilai tambah untukku sekarang tidak bernilai lagi. aku juga merasa semangatku semakin mengendur, entah berapa lama hingga ia akan menghilang. aku tidak bersuara sedikitpun sedari tadi, karena aku malas mengomentari sesuatu yang menurutku tidak akan lagi kulihat. apa yang harus aku lakukan disini? aku tidak tahu, kemanakah aku harus mencari jawabannya? aku tidak tahu. kemanakah aku harus bertanya untuk sebuah petunjuk? disini hanya ada aku seorang, tidak ada lagi yang lain. apakah aku yang diharuskan bertanya kepada diriku sendiri? aku enggan melakukannya, karena aku mengenal diriku sendiri… saat ini diriku tidak mau diajak berbicara tentang apapun juga. entah sampai kapan. suara-suara iblis itu masih merasuki kepalaku, masih menyuruhku untuk memutuskan urat nadiku. aku memejamkan kedua mataku untuk sejenak. anehnya, pikiranku mengajakku berkeliling untuk melihat semua yang telah aku alami, apa yang telah aku lakukan, dan anehnya semua terasa damai dan hidupku menjadi semakin berat. aku seperti terperangkap didalam sangkar impianku sendiri. apa yang harus aku lakukan? haruskah aku mencoba melangkah? haruskah aku mencoba bergerak walaupun hanya sedikit?

(181) STANDS (Stop Talking And Now Do Something)

peduli setan dengan omonganmu, peduli setan dengan semua perlakuanmu kepadaku, aku berpikir..aku terus berpikir. dan hasilnya tetap sama, dari sudut manapun aku melihat masalah ini, peduli setan dengan pemikiranku. aku tidak akan berjalan kemana-mana kalau aku terus berpikir namun tidak melakukan sesuatu. masalah ini akan terus berada disini, mengancam kewarasanku. aku memutuskan untuk tidak menyerah, tidak akan pernah menyerah ... aku juga tidak akan mematikan impianku sendiri. aku akan terus berusaha. sekuat apapun engkau memberikan aku perlawanan atau penolakan, aku harus berpikir kalau penolakan itu menandakan kalau aku belum benar-benar berhasil. aku akan terus berusaha untuk tidak terjebak oleh semua pemikiranku yang pelan-pelan akan menenggelamkanku kedalam kebuntuan. aku harus perlahan merangkak dari kedalaman itu, tidak perlu cepat-cepat. cukup dengan merangkak. seperti bayi memang, namun itu kuharap cukup dan kuharap engkau mengerti akan usahaku yang perlahan ini. masalah yang tersisa adalah waktu. akankah cukup waktuku untuk merangkak dari kedalaman ini keluar sana? cukupkah waktuku untuk bisa bangkit dan berpikir positif akan masalah ini. aku tahu begitu banyak masalah yang aku timbulkan, aku juga tahu luka yang aku timbulkan tidak akan hilang, tetapi aku berharap luka itu setidaknya bisa disembuhkan perlahan-lahan. aku juga tahu aku harus melakukan sesuatu untuk bisa diampuni dan diberikan lagi kesempatan lagi. aku harus terus berusaha hingga tiba kesempatan itu datang lagi untukku. aku harus percaya kalau kesempatan itu akan datang meskipun aku tidak tahu kapan waktunya. sudah saatnya aku bangkit dari pojokan kamarku, berhenti berpikir dan berbicara, dan mulai melakukan sesuatu. dan sekarang adalah saatnya. hidupku bukanlah sampah. hidupku bukanlah tulisan yang dengan mudah bisa dihapus atau ditimpa dengan hal lainnya. hidupku adalah sesuatu yang harus aku jaga, apapun halangan yang ada didepan nanti, aku hanya akan berkata satu hal :peduli setan dengan halangan itu. kalau halangan itu menjadi lebih berat nantinya dan aku yakin pasti berat. aku harus lebih gigih lagi melewati halangan itu. aku pernah berjanji kepada diriku kalau aku harus lebih baik dari diriku yang dahulu, dan aku merasakan beberapa bagian diriku berubah menjadi lebih baik. aku yakin akan ada saat dan waktu di masa mendatang dimana aku akan menjadi lemah. jawabanku sama :peduli setan dengan masa mendatang. masa depan itu masih lama, aku bukan pecundang lagi, dan aku tidak ingin lagi menjadi pecundang. sudah cukup 25 tahun aku menjadi pecundang. sekarang saatnya melihat jauh kedalam hatiku, dan menentukan keputusanku sendiri. masa depanku masih jauh dan tidak bisa aku lihat. yang penting adalah masa sekarang, aku tidak ingin menyesal lagi di kemudian hari, sekarang aku akan melakukan apa yang aku bisa tanpa ragu, tanpa kebimbangan yang biasa menyesatkanku. seperti yang kubilang, sudah saatnya berhenti bermain. tidak akan ada lagi main-main ... ini saat yang kutunggu selama ini, tidak akan ada lagi jalan kembali, aku tidak ingin terkurung dalam masa laluku, peduli setan dengan masa laluku. didepanku sekarang ada banyak jalan yang bisa aku tempuh ... jujur saat ini, aku bingung dengan banyaknya jalan ini. mana yang harus aku tempuh? kalau beberapa tahun lalu, aku hanya duduk diam dan tidak melakukan apapun, setidaknya kini aku sudah menjadi lebih dewasa, karena kedua kakiku dengan yakin menempuh salah satu dari puluhan jalur itu. aku membuat keputusan, dan ini adalah keputusan yang aku pilih, aku tidak akan pernah menyesal lagi, karena penyesalan hanya akan membuatku kembali kediriku yang dahulu. apapun resikonya didepan nanti, aku menantangmu masa depanku, keluarkan semua halangan yang akan merintangi jalanku sekarang ... keluarkan semua! karena aku tidak akan takut, aku tidak akan bimbang, aku akan menghadapi semuanya dengan sekuat tenagaku, karena ini adalah sesuatu yang aku pilih. aku akan mendapatkanmu, masa depanku. karena engkau memegang kunci untuk keberhasilanku. engkau yang memegang kunci untuk kemenanganku. dan aku akan mengejarmu masa depanku, karena semua impianku ada didalam tanganmu, dan aku akan mengejarmu hingga impianku menjadi kenyataan. HUh! peduli setan dengan senyummu sekarang, karena aku yang akan tersenyum lebih lebar dan tertawa lebih keras darimu nantinya.

(180) Last Chance

Ketika dirimu menemukan sesuatu yang berharga, benar-benar berharga didepan dirimu dan sesuatu yang berharga itu hilang darimu… hilang karena kesalahanmu sendiri, apa yang akan kaulakukan … kalau aku yang dahulu akan diam, duduk, tidak melakukan apa-apa, hanya menangis menyesali tindakanku. namun aku yang sekarang berubah, aku melakukan apa yang perlu aku lakukan untuk bisa mengejar sesuatu yang berharga itu, aku akan berlari mengejarnya, aku akan melompati rintangan yang ada dijalanku, aku akan menengadahkan kepalaku untuk melihat dan mencari dimana sesuatu yang berharga itu. memang kadang sesuatu itu tidak terlihat oleh mataku karena terhalang oleh sesuatu, entahlah …. mungkin perasaan bersalahku yang menghalangiku untuk bisa melihatnya, namun aku harus tetap melakukan sesuatu, karena aku tahu aku akan kehilangan sesuatu yang berharga itu lagi, namun aku juga harus berjuang untuk melawan ketakutanku juga… begitu banyak musuhku sekarang, aku mengerti itu dan aku tahu apa saja musuhku. tetapi tekadku sekarang sudah bulat, aku akan melakukan sesuatu untuk bisa mengejar sesuatu yang berharga itu. sekali lagi, ini adalah kesempatan terakhirku dan aku tidak akan mengacaukannya atau melepaskannya sebegitu mudah karena aku tidak pernah melakukan sesuatu di masa lalu ketika sesuatu yang berharga itu lepas dariku. tidak..tidak… kini aku tidak akan duduk di pojokan kamarku untuk tidak melakukan apa-apa. aku tahu aku bisa melakukan apapun yang aku mau kalau memang aku mau melakukannya, aku tidak ingin menjadi pihak yang kalah dan menyesal selamanya. biarlah kalau memang aku kalah, aku akan kalah … namun aku tidak mau kalah terlebih dahulu sebelum aku turun dan berusaha … aku yakin suatu saat aku akan terkurung dalam kerangkeng pikiran dan perasaanku, dan aku yakin aku akan semakin jauh dari sesuatu yang berharga itu, namun aku akan berusaha mendobrak dan membuka kunci kerangkengku sekuat tenaga untuk bisa mengejar sesuatu yang berharga itu, mungkin kalian bertanya apa yang begitu spesial dari sesuatu itu… jawabannya sangatlah mudah, sesuatu yang berharga itu adalah impianku… dan kini aku tidak akan melepaskan impianku sebegitu mudah. aku tidak tahu apa yang akan kalian lakukan kalau kalian berada didalam posisiku, namun aku juga berharap kalian berusaha sama baiknya dengan aku. ingat, kesempatan tidak selalu datang kepadamu, kadang-kadang engkau sendiri yang harus mengejar kesempatan itu dan menjadikan kesempatan itu menjadi impianmu. jadikan impianmu nyata. itu yang sekarang sedang aku lakukan…

(179) Skill-less

Disaat aku ingin sendirian dan menangis, aku tidak bisa melakukannya, yang biasanya aku lakukan adalah selalu berjalan kearah kerumunan banyak orang dan berada ditengah-tengah mereka.
Disaat aku ingin meminta maaf, aku tidak bisa melakukannya, karena harga diriku menjadi lebih tinggi dari sebelumnya dan tidak ada satu katapun yang keluar dari mulutku. yang biasanya aku lakukan adalah aku memalingkan mukaku dan mencari cara untuk tidak mengeluarkan kata maaf itu dari bibirku.
Disaat aku melakukan kesalahan, aku tidak bisa membetulkan kesalahan itu, karena aku tidak pernah mengerti kesalahan apa yang aku lakukan, dan biasanya yang aku lakukan adalah berjalan menjauh dari kesalahan itu dan berpura-pura kesalahan itu adalah wajar.
Disaat aku mencoba untuk melakukan sesuatu untuk mengubah hidupku menjadi lebih baik, aku tidak bisa melakukannya, karena aku merasa aku sudah muak untuk berusaha dan biasanya yang aku lakukan malah melihat kenangan-kenangan manis di masa lalu dan berdiam diri sambil tersenyum melihat kenangan-kenangan itu.
Disaat aku menanyakan sebuah pertanyaan untuk diriku, aku tidak pernah bisa menanyakan pertanyaan itu, karena aku tidak ingin merasa terpojok, dan biasanya aku mengurung diriku didalam sangkarku dan berusaha membelah diriku menjadi dua, agar pertanyaan itu hilang.
Tetapi kini aku hidup didalam kesalahan dan juga penyesalan yang tidak kunjung padam, kemana aku harus berjalan, apa yang harus aku perbuat aku tidak tahu. yang aku lakukan hanyalah duduk diam didalam sangkarku sambil melihat kenangan-kenangan masa lalu sambil menangis. masa-masa keemasanku sudah lewat dan digantikan dengan masa-masa kegelapan. Indahnya pengalaman hidupku tidak berarti apa-apa ketika hidupku dibungkus dengan ketakutan dan kini sambil menangis, aku akhirnya menemukan pertanyaan untuk diriku. selama ini aku selalu mengatakan aku tidak bisa, pertanyaannya adalah, "apa yang aku bisa?"

(178) My Stopping Point

Ada sebuah tanda koma besar sekarang yang berada didalam hidupku, jadi maafkan aku hidupku. aku tidak bisa melanjutkan perjalananku lebih jauh lagi, aku akan berhenti sebentar disini sebentar, maafkan aku. beban kali ini terasa lebih berat. terlalu berat sehingga aku merasa hal lain tidak lebih penting dari tanda koma ini, apa yang harus kulakukan agar aku bisa mengangkat tanda koma ini dari hidupku? aku mendapatkan tanda koma yang sama 5 tahun lalu. dimana tanda koma itu mengurung hidupku selama beberapa lama, membuatku tidak bisa berbuat apa-apa. dan kini, tanda koma itu kembali dihadapanku, egoku mati, pikiranku kacau, batinku meraung lebih kencang, karena tanda koma ini tidak hanya berhenti didepanku dan menghadang hidupku, tetapi juga mengambil sesuatu yang penting dari hidupku, sesuatu yang tidak kujaga baik, tidak kujaga dengan sungguh-sungguh, dan kini, setelah sesuatu itu hilang, barulah aku menangis, barulah aku menyesal, dan tanda koma itu tetap berdiri didepanku dan menjadi lebih besar dan mentertawakanku. "dulu kau begitu memikirkan egomu, sekarang aku kembali kepadamu, karena engkau tidaklah berubah." itu adalah kata-katanya. yah, aku tidak berubah, aku pernah bilang aku akan berubah namun kenyataannya tidak, aku tidak berubah. kenapa aku tidak berubah? karena aku tidaklah mencoba dengan sungguh-sungguh. namun apakah sekarang masih ada kesempatan lagi kalau aku mau mencoba? aku tidak melihat adanya kesempatan lagi didepanku. maukah aku berubah kalau aku diberi kesempatan lagi? yah, aku mau. aku tahu rasanya sekarang berada dalam titik putus asa, tidak tahu harus berbuat apa, tidak tahu harus kemana, begitu banyak yang harus kukatakan, namun aku tidak tahu harus memulai dari mana. begitu banyak yang ingin kulakukan, namun aku takut memulainya, karena aku tidak mau menyakiti lagi. aku bingung, aku mau berjalan terus kedepan. aku harus menjalani hidupku, namun beban dari tanda koma ini menghantuiku. apakah aku harus merasakan lagi kekosongan jiwa dan hati yang diakibatkan oleh tanda koma ini lagi? sebegitu terkutuknya-kah aku?

(177) Clueless

Kalau aku mengetahui apa yang aku mau sekarang, aku tidak akan menuliskan deretan huruf ini untuk bisa terbaca disini. aku tidak tahu apa yang aku mau sekarang, dan aku tidak tahu bagaimana caranya agar aku bisa mengetahui apa yang aku mau, betapa bodohnya aku ... sebagian dari diriku mentertawakan sendiri sebagian diriku yang lain. mereka bertanya-tanya, bagaimana bisa aku tidak mengetahui apa yang menjadi kemauanku, ketika aku diberi kemampuan untuk berpikir dan berusaha. tetapi jujur, saat ini aku benar-benar tidak tahu apa yang aku mau dan kemana tujuanku. rasa cemas yang meliputiku sekarang terasa begitu jelas ketika aku mencoba untuk melihat masa depanku. akan cerahkah masa depanku? atau aku malah menutup sendiri sinar cerah di masa depanku? entahlah ... lima puluh persen jiwaku mengatakan kalau aku harus melakukan sesuatu dengan perasaan ini, namun lima puluh persen lagi jiwaku menolak untuk bergerak, menolak untuk membantuku menemukan jawaban dari pertanyaanku.
aku terus memaksa otakku untuk berpikir, terus berusaha memaksa tubuhku untuk tidak terlelap dalam mimpi, berusaha untuk bangun dan melihat realita yang ada, namun ketika aku melihat realita, yang aku lihat adalah ... ketiadaan. benar, tidak ada realita yang ada didepan mataku. realita yang seharusnya ada didepan mataku tersamar oleh kebingungan yang buat sendiri. bagaikan kabut, kebingunganku menenggelamkan realita yang seharusnya aku jalani. pertanyaannya, bagaimana aku bisa menjalani hidupku yang diselimuti kabut tebal ini. seluruh kebingunganku menjadi bias dengan hidupku. sekali lagi aku mencoba untuk berpikir, namun semakin aku berpikir, sebuah kerumitan yang amat sangat seakan memblokade pikiranku, pikiranku seperti ikan kecil yang terperangkap dalam sebuah jala yang sangat besar dan rapat. aku hanya berharap hari esok akan lebih baik dari hari ini, aku yakin suatu hari nanti aku akan menemukan apa yang aku mau, namun satu hal yang cemas, semoga masih ada hari esok dan juga semoga aku bisa lebih cepat mencari apa jawabannya, karena aku tahu waktuku terbatas dan aku tidak ingin menyesal di kemudian hari.

(176) Holiness

Bagaimana aku bisa mendapatkan kesucian hatiku kalau ditempat yang suci ini aku masih membiarkan pikiran-pikiran jahat merasukiku. bukankah aku sudah berkata kepada diriku sendiri aku akan berubah? aku tidak akan mau lagi bersekongkol dengan pikiran-pikiran ini? aku harus fokus dan berusaha lepas. aku tidak boleh kalah. mereka terus menerus menyerangku dari segala arah dalam pikiranku, mereka mengetahui apa kelemahan dan juga apa yang aku mau lewat kedua mataku. manakah yang jahat? penglihatanku ataukah pikiranku? kalau memang mataku yang membuat hidupku menjadi jahat, butakan saja mataku agar aku tidak bisa melihat dan agar aku tidak terpancing akan kebusukan mataku…betapa lemahnya diri dan hatiku… melawan diriku saja aku tidak bisa … memalukan … tetapi diriku adalah musuh terbesar dalam hidupku yang selalu bersamaku … tetapi bagaimana aku bisa mengalahkan dia kalau musuhku adalah teman hidupku yang tidak bisa terpisah dariku? bagaimana aku bisa merubah hidupku kalau aku tahu dia akan selalu berada didalam diriku? bagaimana caranya?
Aku memandang ke sekelilingku, menatap setiap benda yang ada didalam tempat suci ini, berharap aku akan menemukan apa jawabannya. kurasa aku hanya bisa menunggu dan berharap. tetapi aku harus yakin. harus yakin seyakin-yakinnya kalau aku akan bisa melewati semua ini. dan aku tahu dalam hatiku aku berharap tempat suci ini segera membasuh diriku dan juga pikiranku, agar aku tidak perlu membutakan mataku.

(175) Alter Ego vs Later Ego?

Antara kebingungan dan juga kemauan dari nafsuku, aku memaksa otakku untuk memilih. memilih salah satu dari dua pilihan, yang aku sendiri aku menginginkan keduanya...
Antara dosa dan iming-iming surga, aku berpaling dari kenyataan bahwa aku adalah manusia, akal dan budiku untuk sementara mati dan yang ada hanyalah nafsu semata dalam hidupku, tubuhku haus akan belaian dan sentuhan. aku juga sangat haus akan pelukan dan kasih sayang, dan karena aku membiarkan nafsuku yang bekerja, semuanya itu terlihat dan terasa sangat nyata. aku mengingikan dosa sekarang, aku menginginkan kepuasan dunia masuk kedalam diriku.
Sedangkan di seberang sana, norma-norma pikiranku marah dan memberontak karena tidak suka dikekang oleh nafsuku dan dia tidak rela membiarkan diriku dikendalikan oleh nafsuku. dia tidak akan pernah rela … namun norma-norma pikiran ini hanya bisa berada ditempatnya, karena untuk saat ini, aku yang menyebabkan dia berada diseberang sana, dan saat ini pikiranku berada didalam posisi kalah dan dia tidak bisa keluar karena adanya jurang yang tidak terlihat namun aku tahu norma-norma pikiranku mengetahui kalau jurang itu terasa begitu kuat.
Dan aku kini berada didalam belenggu nafsuku, aku membiarkan diriku jatuh kedalam dosa, aku melakukan dosa-dosa itu dan menikmati setiap tindakan dosaku. dan semakin lama aku melakukan dosaku, norma-norma pikiranku semakin bersedih dan semakin bersemangat mengumpulkan tenaganya untuk memberontak, berusaha untuk menyelamatkan diriku dari kehancuran nafsuku. namun ada satu pertanyaan yang sering tidak bisa aku jawab, maukah aku melepaskan kenikmatan nafsuku ini? karena seperti yang kukatakan diawal, aku menginginkan kedua-duanya.

(174) Bestioles

Sedikit demi sedikit aku menuruni dunia ini untuk melihat apa yang terjadi. aku bosan berada diatas sana, karena yang ada hanyalah kesenangan dan juga kegembiraan, aku ingin merasakan sakitnya puisi satire dan juga sedihnya suara tangisan karena aku merasa kesepian, sesuatu yang besar tercabut dari dalam jiwaku dan menyeruak keluar lewat teriakanku, namun aku tidak tahu apa yang telah tercabut dari dalam jiwaku. ironis memang, tapi itulah kenyataannya. aku meminta kepada kedua sayapku yang putih untuk terus menerbangkan aku kedalam dunia ini. dunia dimana aku sangat mengenal mereka-mereka yang masih berada dibawah sini. sayap-sayapku membawaku ke sebuah tempat sepi dimana tidak ada seorang manusia pun yang akan melihatku bersedih. dan disinilah aku berteriak sekuat tenagaku, aku adalah malaikat yang tercoret dari surga. hatiku pilu ketika aku melihat keawan, aku tidak bisa melihat surga dari sini, hanya kumpulan awan yang menghalangi surga itu. tapi aku tahu dan aku yakin surga itu tidaklah pergi kemana-mana, dia masih ada diatas sana, namun aku tidak bisa lagi kembali kesana, perlahan tapi pasti aku sendiri yang mencabuti helai-helai sayapku agar aku tidak bisa kembali terbang ke surga, setiap helai yang aku cabut memberikan rasa sakit pada kulitku, dan darah segar keluar dari kulitku, namun sakit yang aku terima didalam jiwaku terasa lebih hebat karena kesedihanku sehingga aku tidak bisa merasakan sakit fisikku. aku terus menerus mencabuti sayap-sayapku, entah sudah berapa helai sayap berwarna putih bersih dengan noda darah ditangkainya jatuh ketanah.
Aku terengah-engah karena menahan sakit dipunggungku, aku melihat setiap helai sayap yang aku cabuti dan aku berteriak sekuat tenaga, mengutuk setiap keputusan yang aku ambil, berusaha untuk mengeluarkan semua kesedihanku, namun tetap … semua masih berada didalam jiwaku, aku seperti sebuah kandang besi yang tidak memperbolehkan apapun yang berada didalam untuk bisa keluar. bagaimana? bagaimana caranya untuk bisa mengeluarkan kesedihanku. aku menangis, aku terus menangis. dan aku kembali melihat keatas, kearah awan yang terus menerus bergerak tanpa memperdulikan aku yang berada dibawah sini. dan kini setelah aku menyadari bahwa sayapku sudah kehilangan seluruh sayapnya, aku ingin kembali ke surga, aku tidak ingin di dunia ini. tetapi sayapku sudah kehilangan semua helainya, tidak ada yang tersisa. aku tidak bisa kembali terbang ke surga, aku terjebak didalam dunia ini. bodohkah aku karena aku sendiri yang berteriak minta tolong kepada diriku? kenapa aku bisa sebodoh ini? aku ingin kembali terbang keatas sana, tolonglah aku, sayapku … terbangkanlah aku. namun sekeras apapun aku meminta dan memohon, helai-helai sayap itu masih berada diatas tanah coklat ini, dengan lunglai dan tidak tahu harus berbuat apa, aku memunguti satu persatu helai sayap itu, memeluknya dan mengeluarkan air mataku lagi …

(173) Eve's

Tubuhku yang tua dan keriput ini harus berusaha melawan sinar matahari yang panas ini, aku dengan galau menatap kearah matahari, namun aku tidak sampai lima detik, aku sudah memalingkan pandanganku lepas. mataku juga ternyata sudah tidak sekuat dulu lagi. aku masih mengenakan pakaian yang sama selama berhari-hari, aku melihat kearah sekelilingku, kumpulan jiwa manusia yang sibuk dengan urusan mereka masing-masing sedang berlalu lalang didepanku. mereka seperti robot yang dikejar-kejar oleh sesuatu dalam hidup mereka, namun walaupun begitu, aku ingin menjadi salah satu dari mereka. aku duduk diatas pembatas jalan yang biasanya aku duduki. aku menutup hidungku dengan kedua tanganku, pernapasanku yang sudah meredup berusaha melawan asap yang berebut masuk ke dalam paru-paruku. aku melihat puluhan, mungkin ratusan atau ribuan kendaraan yang melintasiku, namun sepertinya aku tidak ada diantara mereka, karena mereka tidak melihatku. hatiku remuk melihat kenyataan tidak ada saudara ataupun kenalanku di dalam dunia ini, umurku sudah 78 tahun. dan aku masih hidup sampai sekarang, hanya jalanan ini yang menjadi rumahku, sebentar lagi malam akan tiba, dan tahun akan memasuki tahun yang baru, aku membayangkan semarak nanti malam, puluhan ribu atau jutaan orang pasti akan memenuhi jalanan ini dengan kebahagiaan. namun apakah aku boleh mencicipi sedikit kebahagiaan itu bersama mereka? kurasa tidak, karena kebahagiaan itu sepertinya hanya milik mereka yang mempunyai 'hidup'. aku tidak mempunyai 'hidup' seperti mereka. dengan siapakah aku akan melewati malam pergantian tahun ini? aku menaikkan kain tudung pakaianku untuk menangkal sinar matahari yang menyengat rambutku, aku melihat seorang pria berbadan tegap sedang mengatur lalu lintas yang semakin padat. Aku melihat pria itu menghampiriku. "Aaah … sudah lama aku tidak berbicara dengan seseorang." pria itu menghampiriku dan berkata kalau aku harus pindah dari tempat dudukku. pria itu bahkan tidak tersenyum sedikit pun, dengan sedikit memaksa pria itu menyuruhku pindah. aku memaksa tubuhku yang renta ini untuk pindah, aku bisa merasakan tatapan orang-orang yang melihatku pindah, mereka hanya melihat, tetapi tidak melakukan sesuatu. aku hanya ingin berbicara dengan seseorang, kumohon, siapapun … ajak aku berbicara.

(172) Stunless Dreams

Aku membuang lagi satu hari yang aku miliki dengan sia-sia. yah, benar. begitu sia-sia, aku tidak melakukan apapun dalam menjaga hari-hariku, tubuhku sendiri melawan pikiranku yang selalu terjaga dengan lelapnya. aku hanya terus menerus membuang setiap detik waktu yang aku miliki. Untuk apa? dan kenapa? aku tidak tahu. putus asakah aku? sebegitu tidak berdayakah aku? kemana waktu yang terasa begitu cepat berlalu? karena sekarang aku merasa waktu begitu lambat berjalan. Kemanakah aku akan membawa hidupku? apakah aku akan terus menerus membuang waktu yang aku miliki? akankah aku membuang hari esok sama seperti hari ini? aku terus membuang detik-detik, menit demi menit dalam hawa nafsuku. Sial! aku tidak bisa berbuat apa-apa karena aku tidak tahu apa yang harus aku perbuat, sepertinya semua berjalan diluar kendaliku. ha ha ha… kendaliku? begitu sombong ucapanku … sejak kapan aku bisa memegang kendali akan sesuatu? bagaimana aku bisa mengendalikan sesuatu kalau jiwaku sendiri berteriak, memberontak, meminta untuk diteduhkan. aku selalu berkata didalam kepalaku, "kau harus melakukan sesuatu." kata-kata itu terus menerus kuucapkan dalam pikiranku, berharap agar kata-kata itu dapat memaksa tubuhku melakukan apa yang ingin pikiranku katakan. tetapi percuma, aku tetap saja tidur dalam lamunan dan mimpiku, mimpi-mimpi itu terasa begitu indah sehingga membuatku enggan untuk bangun dari tidurku. yah, aku terus menerus terlelap dalam mimpi-mimpiku yang tidak berguna. Tuhan, apa yang harus aku lakukan dalam menjaga waktuku? apa yang harus aku lakukan? aku sudah sangat putus asa ya Tuhanku. Jiwaku berteriak meminta pertolongan, namun apa yang aku lakukan? aku terus menerus tidur dalam mimpiku sehingga aku tidak bisa mendengar suaraMu. Kemanakah waktu yang terus berjalan akan membawaku? apakah aku masih bisa menyelamatkan waktuku? apakah masih ada cara untuk terbangun dari mimpi dan hawa nafsuku? aku ingin agar hari-hari yang aku miliki tidak lagi terbuang dengan sia-sia. aku ingin melakukan sesuatu! Sial! Bangun! Bangun … Bangunkan aku dari mimpiku … Kumohon…

(171) Inherit of The Sun

Engkau merasa semuanya sama? sama seperti beberapa waktu lalu, atau sama seperti hari kemarin? maka ada satu kata yang ingin aku katakan kepadamu! kata itu adalah "bodoh!". ya, bodoh adalah kata yang tepat untuk dirimu sekarang. kenapa engkau bisa mengatakan hari ini sama seperti hari-hari kemarin? biar aku beritahu sesuatu kepadamu, matahari selalu terbit ditimur dan terbenam dibarat, tetapi lihat. semua yang engkau lakukan tidaklah sama seperti yang engkau lakukan beberapa waktu lalu, atau seperti kemarin. walaupun engkau melakukan hal yang sama, semuanya tidaklah sama persis. engkau bangun pagi hari di waktu yang berbeda dengan kemarin, engkau mengenakan pakaian yang berbeda dengan kemarin, engkau memakan makanan yang berbeda dengan kemarin, engkau melangkahkan kakimu dengan jalan dan perasaan yang berbeda dengan kemarin, engkau bernapas dan berpikir dengan pikiran yang berbeda dengan kemarin, dan masih banyak laginya. kertas yang aku gunakan tidak akan cukup untuk mengatakan semuanya kepadamu, jadi, bagaimana engkau bisa mengatakan hidupmu sekaran sama seperti kemarin? betapa bodohnya engkau. ya, aku mengatai engkau. engkau yang sedang membaca kata-kataku. tidakkah kamu mengerti? kamu harus berjalan, terus berjalan. jangan menyerah! jangan ragu … teruslah berjalan, teruslah hidup. jangan menyesali apapun keputusan yang telah engkau ambil. aku tahu hidup ini adalah permainan pengambilan keputusan, dan setiap keputusan yang salah akan menjadi bantalan untuk dirimu agar bisa mengambil keputusan yang benar. jangan buang mukamu menghadap kearah lain kalau engkau salah, jangan tundukkan kepalamu kalau engkau berbuat salah, tetapi pandanglah semua itu dan tegakkan kepalamu, dan dengan beranilah engkau mengatakan engkau salah dan siap menanggung akibat kesalahanmu dengan harapan engkau tidak akan melakukan kesalahan yang sama lagi. aku disini mendukungmu. aku ingin melihatmu hidup dalam kepastian, bukan dalam kebimbangan. ayo, susun lagi rencana-rencana hidupmu, jangan sia-siakan hidupmu, mungkin engkau bosan dengan hidupmu atau bosan dengan segala tindakan yang engkau selalu lakukan, tetapi belajarlah dari matahari, setiap hari dia selalu terbit di timur dan tenggelam di barat, dan dia tidak pernah mengeluh. mungkin dia ingin sesekali terbit di utara atau terbenam di tenggara, tetapi dia tahu resiko yang dia ambil, banyak kehidupan yang bergantung kepada dirinya. dia harus melakukan tugasnya, sama seperti dirimu, angkat kepalamu, lihat langit yang berada diatasmu, langit yang melindungimu dari debu-debu angkasa, memang langit tidak selalu indah, tetapi dalam ketidakindahan langitlah engkau bisa belajar banyak. janganlah lagi menundukkan kepalamu, aku bersamamu. aku ingin memberikan kedua tanganku untuk mendongakkan kepalamu saat engkau tertunduk. berjalanlah tegak dan lihatlah kearah masa depan. masa depan yang lebih baik, kita bersama, dan akan selalu bersama.

(170) Loneliness

Benarkah aku masih hidup? benarkah aku masih bernapas? benarkah udara yang kuhirup masuk kedalam paru-paruku dan mengisi hidupku? karena sekarang paru-paruku terasa sesak, terasa sangat sempit. air mataku keluar bercucuran dengan lancar. kemana saja waktu yang telah kuhabiskan selama ini? apakah aku menghabiskan waktuku dengan benar? atau aku malah menghabiskan waktu yang aku punya dengan sia-sia… hatiku terasa sesak, sungguh sesak. untuk mendongakkan kepalaku saja terasa sangat berat, bahkan untuk melihat dan mencari sedikit sesuatu yang bisa menjadi semangatku saja aku tidak bisa. kemana waktu yang aku punya? aku merasa waktu yang kupunya semakin cepat berjalan, tidak … aku salah, mereka tidak berjalan, tetapi berlari. hatiku masih terasa sesak, dan aku merasa ruang hidupku semakin menyempit, kemana teman-teman dan juga musuh-musuhku? kemana semua orang? kenapa aku merasa begitu kesepian disini? mataku perih karena sadar waktu telah berjalan begitu cepat, tetapi tetap aku merasa kesepian disini. yang ada hanyalah kumpulan nomor-nomor yang sudah banyak namun tidak lagi bertambah, akankah hidupku seperti ini? dalam kesepian? dalam kegalauan dan ketidakpastian? apakah aku tidak akan bisa mendongakkan kepalaku keatas untuk melihat seberkas harapan? setiap pagi aku membuka mataku, yang ada hanyalah ketakutan akan rasa sepi yang mengurung jiwaku, betapa kejamnya sesuatu yang bernama kesepian. tubuhku lemas dan tidak tahu harus berbuat apa dalam kesepian, segala hal yang aku lakukan seakan tidak berguna dan semakin membuat waktu terasa semakin cepat berjalan dalam ketidakbergunaan. Apakah aku salah memperlakukan hidupku seperti ini? apakah aku salah berpikir seperti ini? apakah dengan menulis kata-kata ini, aku juga salah? atau dengan inilah aku benar? kemana orang-orang yang pernah bersamaku? kemana tawa yang pernah keluar bersama-sama denganku? kemana waktu yang terasa begitu menyenangkan? apakah semuanya sudah pergi meninggalkan aku? atau apakah aku yang meninggalkan mereka?
Aku melihat kearah telapak tanganku, seharusnya jari-jari ku menggenggam tangan orang lain, tetapi tidak ada tangan orang lain yang bisa kugenggam. harusnya jiwaku bisa merengkuh hati orang lain, tetapi tidak ada hati lain yang bisa kurengkuh. seharusnya mulutku berbicara dengan orang lain yang mendengarkan, tetapi tidak ada orang lain yang mendengarkan, kemana orang-orang? kemana teman-temanku? kemana hidupku? kearah mana aku berjalan sekarang? kakiku tidak lagi mau melangkah ataupun bergerak mundur, mereka hanya diam. aku tidak memperintahkan mereka untuk tidak bergerak, aku memerintahkan diriku untuk mengambil keputusan untuk mundur, atau bergerak maju. namun mereka tetap diam. aku menutup mataku dan memikirkan semua, yang telah kulakukan dan yang aku lakukan. dan aku menangis, benar-benar menangis. aku berharap air mata yang aku keluarkan juga ikut mengeluarkan beban ini, beban ini terasa begitu berat. apakah aku akan kesepian seperti ini? aku belumlah berada didalam dunia ini separuh umurku, namun kesepian seakan sudah merajai diriku beratus-ratus tahun lamanya.

(169) Sacred Fuse

Didalam kepalaku terdapat banyak sekali lubang-lubang yang tidak terlihat, mereka menggerogoti pikiranku, mencengkram setiap jalan yang berusaha aku gali, dan mereka semakin mencengkram setiap apapun yang aku pikirkan, semua yang seharusnya berjalan baik menjadi jahat karena lubang-lubang itu mempengaruhi pikiranku. lubang-lubang itu penuh dengan segala hawa nafsuku, aku tidak tahu harus berbuat apa, karena manusia tidak bisa menolongku, mereka tidak bisa melihat lubang-lubang itu, meskipun setiap manusia memilikinya, oleh karena itu aku meminta kepada Tuhan agar Dia mau memberikan kekuatan kepada diriku yang lemah ini untuk bisa mengalahkan lubang-lubang tersebut dan Tuhan memberikan aku sekrup-sekrup yang dapat menutup setiap lubang itu, sekrup-sekrup itu berbeda-berbeda bentuknya dan setiap sekrup didesain sama besarnya dengan setiap lubang yang ada didalam pikiranku, Tuhan menyuruhku untuk menutup lubang-lubang itu dengan setiap sekrup yang Dia berikan kepadaku, dan aku patuh kepadaNya, karena aku percaya kepadaNya. Aku menutup lubang-lubang itu dengan setiap sekrup yang aku punya. tetapi sangatlah susah untuk bisa menutup lubang-lubang itu, mereka seakan tahu kalau mereka akan ditutup. mereka memberontak, memasukkan satu senti sekrup itu kedalam lubang-lubang itu, bagaikan mengebor sesuatu yang sangat kuat dengan jarum. mereka terus melawan, dan pada akhirnya pada suatu saat (yang setelah aku sadari ternyata lama sekali.) sekrup-sekrup itu tertanam menutupi lubang itu, dan aku mulai bisa berpikir jernih, bisa berjalan tanpa ketimpangan. tetapi lubang-lubang itu masih ada, tidak hilang. mereka terus memaksa keluar, dan mereka terus memutar sekrup itu agar terlepas. Tuhan pernah berkata kalau aku harus terus menerus menjaga sekrup itu dan jangan biarkan lubang-lubang itu mempunyai kekuatan untuk bisa berbalik melawan. kini banyak sekali sekrup yang mulai sudah terlepas, karena aku tidak menjaga sekrup-sekrup itu, kesombonganku menjadikan aku lupa akan waktu dimana aku sungguh tidak berdaya, waktu dimana aku secara pribadi yang meminta pertolongan kepada Tuhan, namun seperti kebanyakan manusia, setelah Tuhan menolongku, aku sama sekali lupa kepadaNya. dan kini setelah banyak sekrup yang sudah terlepas, dan lubang-lubang itu semakin membesar, aku kembali lagi ke Tuhan untuk meminta pertolongannya, aku malu, yah, aku merasa sangat malu kepada Tuhan. dan aku sendiri tidak yakin apakah aku bisa menutup lubang-lubang itu secara total dalam pikiranku? karena aku sendiri sebenarnya menyukai lubang-lubang itu, aku menyukai hawa nafsuku. antara benci dan cinta aku harus memilih, ingin rasanya memiliki keduanya karena keegoisanku sebagai manusia. tetapi Tuhan memintaku untuk memilih, aku memilih menutup lubang-lubang itu.

(168) F.U.T.U.R.e

Setiap butir udara yang aku hirup sekarang mempunyai sebuah pesan, setiap bunyi yang telingaku dengar mempunyai sebuah makna, setiap suara yang dihasilkan oleh semua yang ada di dunia mempunyai arti, tidakkah begitu gila, dimana setiap kita hidup di dunia yang penuh sesak dengan informasi dan teknologi? dimana setiap darah yang mengalir di tubuh kita tidaklah lagi segar dan sehat, tetapi sudah rusak dengan berbagai zat yang mematikan untuk diri kita? tidakkah kita sadar? ataukah kita sadar namun tidak peduli? setiap serat optik dan serat kabel yang ada di dunia lebih dari cukup untuk merusakkan setiap sendi kehidupan kita, dimana mereka mengincar setiap segi kehidupan kita setiap saat, semua yang kita kerjakan, semua yang kita lakukan adalah makanan bagi mereka, para parasit teknologi … apa yang telah kita lakukan sehingga informasi itu terus menerus mengejar kita? apa yang telah kita lakukan hingga kita tidak bisa lagi tidur dengan lelap dan tenang? setiap mimpi yang dihasilkan oleh kita adalah satu-satunya hasil karya imajinatif yang secara murni dihasilkan oleh pikiran kita, selebihnya adalah sampah, seperti sebuah tumpukan berkas-berkas yang tidak terpakai dan siap untuk dibakar, kemanakah kita akan membawa kehidupan ini? ke masa depan yang cerah! yah, itu adalah jawaban yang pasti diucapkan oleh setiap manusia yang kutanya, namun seperti apakah masa depan yang cerah itu? tidakkah kita tahu kalau kita mengorbankan banyak sekali hal untuk sebuah amsa depan yang katanya cerah itu? betapa banyak orang meninggal karena sakit setiap harinya? betapa banyak perang yang terjadi di belahan dunia ini demi hanya untuk mengejar satu kata yaitu damai, betapa banyak pohon yang dirusak setiap detiknya, betapa banyak manusia yang menjual dirinya demi uang, apakah semuanya masih belum cukup atau malahan belum sama sekali cukup dikorbankan untuk kata masa depan yang cerah itu? apakah masa depan yang cerah itu harus didapatkan dengan membuang masa lalu yang kelam? apakah setiap kita akan hidup di masa depan dimana kita semua saling tidak mengenal, kita hanya berkomunikasi lewat serat optik dan serat kabel? apakah pada saat kita tua, kita tidak akan mempunyai siapa-siapa di samping kita, yang kita punya hanyalah sebuah daftar panjang nomor-nomor orang yang tidak kita ketahui? betapa gilanya hidup di dunia teknologi itu … akan seperti itukah masa depan?

(167) Inkle

Bersandar dalam bayangan hidup dirinya, aku selalu berjalan di balik gelapnya beyangan dirinya, entah bagaimana aku bisa terus menerus bisa bertahan dalam perjalananku ini, aku sendiri bingung, namun aku tahu kalau aku harus kuat, karena aku harus terus menerus berjuang untuk hidup, hidupku bukanlah sesuatu yang berharga namun aku tahu hidupku pasti ada artinya, tetapi kadang keyakinanku ini terbuyarkan oleh bayangan dirinya, entah kemana aku harus melangkah kadang, entah kepada siapa aku harus mengeluh kadang, karena kemanapun dirinya, aku akan terus mengikuti jejak hidupnya, berapa banyaknya aku mengeluh, itu tidak akan berguna, pertama kali aku berjalan didalamnya, aku merasakan sebuah kenyamanan didalamnya, namun setelah sekian lamanya aku bersamanya, hanya ketidaknyamanan dan juga bertubi-tubi rasa takut yang aku rasakan, kemanakah rasa nyaman yang pernah aku rasakan itu? apakah semuanya sudah mati dan menghilang tanpa jejak, meninggalkan diriku, sama seperti aku meninggalkan jasadku yang tertinggal disana? entahlah, kadang semua terasa seperti sebuah karma ketika aku berpikir, tetapi percuma saja aku memikirkannya karena sekeras apapun aku berpikir, aku akan terus berada didalam bayangannya.
Gelak tawa hidupku bergelora menempuh perjalanan bayangan ini, tidak, aku tidak mempunyai tempat tinggal, semua yang kusentuh pastilah menghilang dan semua yang kupikirkan bagaikan jerat benang yang semakin mengikat keras diriku, aku tidak ingin berada disini, aku tidak ingin memikirkannya, tidak, aku ingin pulang, tetapi bagaimana caranya aku pulang, kalau aku sudah pulang?

(166) Violis Cunae

Yang kulihat dalam kehidupanku hanyalah kebosanan, hanyalah sebuah hal yang diulang dan diputar berkali-kali, tidak bisa dan tidak ada kata maju atau mundur, semuanya sama, abu-abu, tidak hitam, tidak putih, dimanakah aku? apakah akal sehatku dikalahkan oleh halusinasiku? apakah otakku sudah berhenti bekerja dan digantikan oleh otak orang lain? apakah kemampuanku menghilang dan digantikan dengan kemampuan orang lain? siapakah aku? aku bahkan tidak mengenal lagi diriku. Bagaimanakah aku yang dulu? aku tidak tahu… semuanya sama, masih abu-abu, ruangan ini juga tidak berubah, masih sama, dengan segi dan garis di setiap tepinya, menambah kebosanan yang aku rasakan, ruangan ini masih terkunci karena aku malas untuk membukanya, tidak ada artinya hidupku ini, tidak ada sesuatu yang membuatku merasakan artinya hidup…

gelap… gelap… dimanakah aku? kenapa terasa sangat dingin? kenapa tidak ada yang memberikan aku kehangatan? kenapa tidak ada yang memelukku? kenapa tidak ada yang membelaiku? siapakah aku? dimanakah aku? aku hanya merasakan dingin… dingin sekali, kenapa aku disini? ayah? ibu? dimana kalian?

tanganku sendiri sudah merasakan kebosanan yang amat sangat, mungkin akan lebih baik kalau aku memotong lenganku ini dan menyimpannya di almari sebagai kenang-kenangan dari tubuhku, mungkin akan lebih baik aku memotong kakiku dan memajangnya di dinding agar aku bisa melihatnya terus menerus dan menambah sedikit warna dalam kebosanan ini, Tuhan… Hmphh.. Tuhan itu tidak ada, tidak ada dalam sedetikpun kehidupanku, dia tidak pernah mendengarkan aku, dan aku juga tidak tahu apakah Dia ada… apa yang harus aku lakukan sekarang? ah.. aku tahu!

masih gelap disini, aku bisa merasakan tangan dan kakiku bergerak, namun aku tidak bisa melihat apa-apa, dimanakah aku? Tuhan, engkau adalah penciptaku, engkau adalah pembuatku, aku tidak tahu aku berada dimana, karena aku tidak bisa melihat, tubuhku pun tidak bisa terlalu banyak bergerak, apakah aku akan segera melihatmu lagi, Tuhan? apakah itu benar?

Kilauan yang terpantul dari pisau itu menarik perhatianku, kenapa baru sekarang aku tersadar kalau pisau itu begitu menarik, yah, aku merasakan sensasi yang amat sangat, hmm.. apa yang bisa aku lakukan dengan pisau ini? apakah aku jadi memotong kakiku? apakah aku akan memotong tanganku? tidak..tidak… mungkin akan lebih seru dan menarik kalau aku menggorok leherku sendiri, karena aku BOSAAAAN dengan hidup keparatku ini, sial! kenapa aku bisa jadi seperti ini? kenapa aku harus melewati ini semua? SIAAALLL! kenapa aku? kenapa? aku butuh… butuh udara segar…

Untuk pertama kalinya aku membuka pintu kamarku, entah sudah berapa lama aku tidak berada diluar, semua tetap sama, membosankan! mmm… apa itu? sebuah keranjang rotan, siapa yang menaruhnya disana? apa itu? ba… bayi? bayi siapa ini? anak siapa ini? kenapa ada disini? huup… hey, lihat dirimu, tergeletak disana sendirian, kenapa kamu disini, manis?

Mmm? untuk pertama kalinya aku merasakan sentuhan, untuk pertama kalinya aku merasakan kehangatan, untuk pertama kalinya aku mendengar suara, siapakah yang memelukku? siapakah yang membelai-belai rambutku sekarang? apakah kamu, ayah? atau apakah ini kamu, ibu?
Oohh..betapa bahagianya aku, aku tetap tidak bisa melihatmu, ingin rasanya bisa membuka mataku, namun aku tidak tahu bagaimana caranya… tidak apa-apa, biarkan kebahagiaan ini menjadi milikku untuk sekarang… terima kasih Tuhan.


Keparat! siapa bajingan yang tega menelantarkan bayi malang ini…sstt…sstt..tenanglah, kau aman bersamaku, tenang …
Tanganku menyentuh kulitnya yang halus, mukanya yang polos, jujur, bibirnya yang tersenyum, hei lihat, dia menguap, belum ada giginya, hahaha…lucu sekali, siapakah kamu, nak? siapakah kamu? lihat jendela itu… tidakkah pemandangan itu indah, nak? setiap lampu di kota ini begitu indah bukan? lihatlah itu… kamu tertidur, nak? sstt.. aku disini, tidurlah…

Tuhan, aku tidak mengerti sepatah katapun apa yang ayah atau ibu katakan kepadaku, namun walaupun begitu, aku senang, aku senang karena aku bisa merasakan kehangatan dan juga ada rasa kasih sayang saat dia menyentuhku, tetapi aku mengantuk, Tuhan, apakah aku setidakberdaya itu? aku lelah, aku juga mengantuk… sungguh mengantuk, aku berharap saat aku bangun, ayah atau ibu akan terus berada didekatku, karena aku takut akan hilangnya kehangatan dan cinta ini,Tuhan. maukah Kamu mengabulkan ini untukku?

Oohh..tidak! apa yang telah aku lakukan? apa yang telah aku pikirkan selama ini? apa yang telah aku kerjakan selama ini? Bagaimana aku bisa seegois ini? bagaimana aku bisa dengan mudah menghabisi hidupku sendiri, sementara anak ini berjuang keras untuk bisa hidup? bagaimana bisa aku menghabisi hidupku sendiri hanya karena bosan? siapakah aku? siapakah aku untuk bisa menghakimi hidupku sendiri? Siaaaaaaaal!