jam di dindingku berhenti sekarang, berhenti tepat pada saat aku memandang anak panah yang menempel di tungkainya...panah yang begitu tegas dan juga ramah, yang selalu memenuhi ruangan ini dengan nyanyain detiknya yang merdu, kini aku tidak akan bisa mendengarkan lagi suara merdu itu, semakin sepi suasana ruangan ini, hanya baju-baju lusuh dan juga meja makan yang sudah lapuk yang mungkin kalau mereka bisa berbicara, mereka akan minta untuk dibuang, karena kaki-kaki mereka sudah hilang dan mereka juga tidak mempunyai tenaga lagi untuk bertahan..
dan badan-badanku juga disokong oleh tulang-tulang yang sudah keropos dan karatan, kulit-kulitku juga sudah mulai mengeriput dan juga mulai terasa kasar..aku merindukan dirimu sekarang, kenapa engkau meninggalkan diriku begitu cepat? Kurasa mungkin aku akan menyusulmu sebentar lagi, karena umurku sudah 83 tahun sekarang, dan mungkin ini adalah tahun terakhir aku berada disini, dan apabila memang aku akan menyusulmu, aku ingin membawa semua kenanganku bersama dirimu keatas sana agar engkau mengetahui kalau aku masih ingat akan dirimu, dan aku akan membagi kenangan itu bersamamu…
pengilhatanku juga sudah mulai buram dan rabun ditambah juga dengan semua lampu buram ini yang nyawanya juga sama sekaratnya dengan diriku sekarang, tapi setidaknya lampu ini masih mencoba memberikan nyawa terakhirnya untuk menerangi ruangan yang berwarna hijau ini, entah hijau atau abu-abu, karena sudah banyak sekali warna hijau yang sudah terkelupas dari dinding yang dulunya bersih, dan itu semakin membuat aku merasakan diriku terbuang jauh dari dirimu...
kemana semua orang yang kukenal? terasa sangat sepi sendiri disini... julietku, engkau meninggalkan diriku pada saat engkau mengandung anak pertama kita, sayangku, seharusnya keluarga kita menjadi keluarga paling bahagia, dan aku akan menjadi ayah yang paling sempurna, tapi kenyataannya terbalik, engkau berteriak kesakitan, dan mengeluarkan darah yang terlalu banyak pada saat engkau melahirkan, aku tidak menyalahkan dirimu sayang, namun hanya saja merasa kesal akan permainan takdir ini...
Kini radio yang berumur lebih tua daripadaku menghadap ke arahku, jariku saja terasa sakit pada saat aku menekan tombol yang menghiasi badan radio itu, kemana kaset itu? kaset lagu dansa yang dimainkan pada saat pernikahan kita? dimana aku dengan gagah dan yakin memegang pinggangmu, dan mencium bibirmu dengan perasaan cinta yang membara-bara....mataku masih bisa dengan jelas melihat dirimu yang indah, berpadu dengan gaun pernikahan putih yang sangat pas mencerminkan kecantikan dirimu, namun kini bayangan dirimu sering datang dan hilang dalam ingatanku, dan aku harus memukul kepalaku sendiri untuk bisa mengingat bagaimana rupa wajahmu, dan aku harus memukul tanganku untuk bisa mengingat bagaimana halusnya kulitmu….
aku takut aku tidak akan bisa menjadi sebaik dirimu, dirimu yang mempunyai hati yang sangat teduh, aku berpikir kadang-kadang. apakah aku pantas menjadi pendampingmu? masih ingat ketika kita makan malam di pinggir jalan, Karena aku tidak mempunyai uang dan engkau lapar, dan aku hanya bisa membeli sebuah roti lapis dan dua buah teh hangat yang kita beli di supermarket? dan aku ingat kalau engkau tidak mengeluh sama sekali, melainkan bersyukur engkau masih diberikan kesempatan untuk menikmati waktu bersamaku, terima kasih sayangku! saat-saat itu adalah saat yang meyakinkan cintamu akan diriku...
tapi kini, aku berada disini, berdiri disamping sofaku yang sudah mulai sobek di setiap sisi sudutnya, berusaha berdiri, meski setiap kali aku berdiri, tulang-tulang karatan sialan ini membuat badanku sakit, tapi aku berusaha, dan terus berusaha, aku ingin berdiri, aku ingin menutup mataku, aku ingin merasakan kehadiranmu, menjulurkan tanganku kedepan, membayangkan kalau dirimu ada didepanku saat ini, memeluk diriku juga, meskipun aku tahu kamu tidak akan pernah lagi berada didepanku, sekuat apapun keinginanku dan sekuat apapun aku memohon! aku ingin menghadirkan suasana indah yang pernah kualami, meskipun aku harus memaksa otakku bekerja 10.000 kali lebih keras dari biasanya, dan aku mulai menyetel lagu dansa lainnya, karena lagu dansa kita sudah hilang entah kemana, maafkan aku sayang.
aku menutup mataku, masih ditemani dengan suara lagu dansa, menutup mataku yang sudah dikelilingi keriput di setiap pinggiran kelopak mataku, mencoba mendengar alunan lagu dansa itu, oh yah, aku juga sudah lupa akan suaramu, seperti apa suaramu? aku melangkahkan kakiku kekiri, namun rasa sakit di tulang kakiku menyerangku, dan aku terus memaksa kakiku untuk bergerak... andaikan badanku masih kuat seperti dahulu....Ah..aku tidak boleh menjadi lemah seperti ini...aku memutar badanku, berkhayal kalau aku memutar badanmu, dan urat-urat tulang punggungku berteriak dan menjerit, memberikan aku sejuta rasa sakit, nafasku terengah, tidak sampai 5 menit aku mencoba bergerak, Tuhan, badanku bagaikan bongkahan batu yang dipaksa bergerak seperti karet....
aku terengah-engah, nafasku sesak, kepalaku berputar, mulutku bergumam, tanganku bergetar, kakiku limbung, betapa usia itu begitu kejam.... aku dipeluk oleh kedua tumpuan sofaku lagi, seakan mereka berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan aku rasa nyaman.... tanpa aku sadar, bagian dadaku sakit, dan badanku bergetar, bukan karena rasa sakit dari fisik, melainkan dari hatiku, bertanya, kemana hilangnya waktu yang seharusnya kita miliki, kenapa engkau tidak disini? dan kenapa aku tidak bisa berdiri, bahkan hanya untuk berdansa sebentar untuk menampilkan dirimu walau hanya semenit saja...
untuk apa gunanya aku di sini?
2 comments:
wah...mengharukan banget, gw sampe nangis pas bacanya...
thx u for reading it.
glad you like it.
Post a Comment