Thursday, December 31, 2009

(218) Changes

benarkah manusia bisa berubah? atau memang kita harus berubah? perubahan apa yang harus kita inginkan? perubahan ke arah baikkah? ke arah burukkah? apakah aku sudah berubah setelah semua yang aku lalui? apakah benar aku tidak berubah menjadi orang lain? apakah aku sudah menjadi lebih baik daripada sebelumnya? atau hidupku berubah menjadi buruk dari sebelumnya? aku menggosok kedua mataku dengan lenganku, berharap agar mataku dapat memberikan aku pandangan yang lebih baik daripada sebelumnya, namun apa yang aku dapat? yang aku dapat adalah tetap pemandangan yang sama .. wajah yang sama .. wajah yang ketakutan, kesepian dan terus menerus bertanya tentang semuanya .. akankah semua pertanyaan yang aku ajukan akan terjawab? akankah semuanya berubah? begitu banyak mimpi yang ingin aku wujudkan, namun apakah semuanya akan terwujud? ataukah mimpiku hanya akan menjadi mimpi belaka saja? sudah sampai dimanakah progress perubahanku? apakah aku akan tetap disini? apakah aku akan melaju ke depan? atau malah jatuh ke belakang? aku berubah karena peristiwa-peristiwa di sekelilingku terus menemukan diriku dan perubahan ini terus menerus dan akan terus berjalan .. kemanakah aku berjalan?

(217) Ilusi Kotak Nyaman

Memang umur tidak pernah berhenti mengajari kita sesuatu. bagiku, dulu umur hanyalah deretan angka yang terus bertambah setiap tahunnya. kini aku berada di batas umurku, meskipun memang umurku belum berakhir - yang aku sendiri tidak tahu kapan berakhirnya - umurku kini mengajariku untuk harus membuat keputusan, besarkah keputusan itu? tentu saja sangat besar, oleh karena itu aku dibuat pusing tujuh keliling oleh masalah desakan umur ini. Aku malu kepada diriku sendiri, merasa berdosa dan bersalah kepada diriku sendiri, karena di umurku yang sudah diambang batas ini aku masih saja tidak berani mengambil keputusan yang besar. aku masih berada di dalam lingkaran-lingkaran khayalan dan kemudian umurku membentakku, menamparku, membantingku dengan kerasnya hingga aku terbangun dari dunia khayalanku. menyeramkan rasanya mengambil keputusan-keputusan besar, karena aku tidak berani dengan resikonya, aku takut akan hasilnya, aku takut akan jalannya. lalu dimana sisi keberanianku? ia mengumpat diantara rasa cemas, khawatir dan juga pesimis. ia mengumpat sambil berjalan mundur menjauh dariku.Namun demikian, umur membautku harus mengejar keberanianku agar aku bisa keluar dari kotak nyamanku yang telah puluhan tahun aku tinggali.

Otakku dipaksa berpikir lebih cepat, hatiku dipaksa mengamini semua keputusan besar karena aku bertarung dengan waktu yang tidak bisa lagi aku putar kembali, mungkin Tuhan sendiri memang memberikan kekuatan agar waktu tidak bisa diputar kembali oleh kita, manusia. Itu semua semata-mata karena agar ada pelajaran yang bisa diberikan kepada kita, semata-mata agar sejelek apapun kita, kita masih bisa diberikan pelajaran, proses yang negatif sekaligus positif jalan bersamaan. terkadang ketakutan membuat kita buta, kita terhalang oleh pikiran kita sendiri, lalu bagaimana mengalahkan pikiran kita? bagaimana mengalahkan ketakutan kita? karena rasa takut itu terasa semakin menghantui begitu kita harus mengambil keputusan itu. pengecutku kini tertawa lebar, menghantui setiap sisi postifi pikiranku dan aku sendiri yang menyuruhnya tertawa.

Bulu kudukku merinding membayangkan prosesku berjalan, namun demikian kontras dengan pikiranku, pikiranku melayang aku akan memperoleh sukses dan mendapatkan apa yang aku mau, namun batinku meronta, menggema berteriak "tidak mau" menjalani prosesnya. Yang aku lakukan adalah memaksa batinku yang pemalas ini untuk mau bergerak, untuk mau bertindak. tidak peduli betapa keras, betapa sakit, betapa susahnya jalan itu. aku harus membuka dan merobek jalan itu agar aku bisa keluar dari ilusi kotak nyamanku ini. Terlepas dari apa kata orang lain soal diriku, aku harus mencoba berdiri diatas kedua kakiku sendiri, karena umurku yang memaksa aku untuk berdiri seperti itu, aku tidak boleh lagi bungkuk, aku tidak boleh lagi lemas, aku tidak boleh lagi menghadap kebawah. Umur membuatku menatap lurus ke depan, menghadap keatas melihat masa depanku yang belum tentu jelas nasibnya saat ini, namun akan terasa indahnya di masa depan. 

Percuma aku menulis begitu banyak soal umur, impian dan juga hasilnya kalau aku tidak bergerak, aku harus bergerak, aku harus menemukan satu poros pikiran yang sinkron agar aku bisa menentukan pilihanku yang sesuai dengan kemampuan, kemauan dan juga tekadku. Jangan anggap enteng keputusan ini, karena sulit rasanya menghentikan roda pikiranku yang terus menerus berputar begitu cepat, rasanya seperti mencelupkan jariku ke pusaran air yang berputar kencang, karena salah-salah... bukan air itu yang berhenti, melainkan jariku yang terhisap oleh pusaran itu. Sudah cukup rasanya aku mendengar cerita sukses dan juga peraihan mimpi orang lain, aku bosan mendengarnya. Saat ini, aku harus mencoba menjadi si pendongeng cerita keberhasilan itu, bukan si pendengar lagi. Sudah puluhan tahun aku mendengar cerita omong kosong yang aku sendiri tidak tahu cerita itu nyata atau tidak. Namun, aku takut untuk melangkah, aku takut untuk bertindak, kenapa kotak nyaman ini terasa lebih tebal dari sebelumnya setiap kali aku melihatnya. ingin rasanya aku memanjangkan kukuku agar aku bisa merobeknya dengan senyum puas karena saat ini aku benci melihatnya. aku muak dengannya. pemikiranku mengajakku kompromi, namun aku harus tegas menolaknya, aku harus tegas membencinya, karena mau sampai kapan aku berada di lingkaran setan ilusi kotak nyaman ini? Umurku, bisakah engkau bertahan sedikit dan memberikan aku kesempatan agar aku bisa membuktikan kepada diriku sendiri kalau aku mampu, aku mau dan aku bisa..setidaknya untuk diriku sendiri, bukan untuk orang lain.

(216) Sinner

Mungkin dunia ini tidaklah seindah surga, namun dunia ini memiliki kesenangannya sendiri yang mungkin tidak akan kutemui di surga. disini kami, para pendosa mendapati diri kami diberikan berkat, pengampunan, waktu, pembelajaran, proses, kearifan, sudut pandang, emosi, kekurangan dan juga kelebihan. kami tahu kalau kami, para pendosa seringkali merasakan neraka benar-benar ada di bumi ini karena kesusahan-kesusahan dan juga waktu yang sangat sulit menerpa hidup kami, namun sebagian dari kami mencoba bertekuk lutut dan merendahkan hati untuk bisa menemukan, mendapatkan jawaban dan arah yang kami butuh. yang mana kami juga tahu, sebagian lainnya dari kami juga lelah untuk berusaha dan menyerah menjalani hidup mereka. 

Mungkin terkadang tidak cukup pujian, doa, ucapan syukur dan juga evaluasi terhadap diri kami sendiri. namun ketika kami mendapatkan suatu momen bersama pendosa lainnya di dunia ini, pikiran kami membawa kami kepada suatu titik dimana kami tahu, pujian, ucapan syukur dan juga rahmat-Mu bersama kami. kami para pendosa, diberikan waktu untuk masih bisa mengucap syukur atas segala berkat yang telah diberikan kepada kami, udara yang bebas kami hirup meskipun mungkin tidak terlalu bersih, waktu yang terus saja berjalan meskipun mungkin terkadang waktu memberikan rasa sakit kepada kami, kesehatan yang kami peroleh meskipun mungkin terkadang kami sendiri yang tidak menjaga kesehatan ini sendiri, pikiran yang membuat kami bisa berpikir meskipun mungkin terkadang kami ingin rasanya menjadi gila. terlepas dari apapun hitam dan putihnya dunia ini ... kami para pendosa, masih berada disini, menapakkan kaki kami diatas dunia yang satu ini, dunia yang kami kenal, kami ketahui dan ini adalah rumah sementara kami satu-satunya saat ini, entah akan kemana rumah ini pindah ketika kami wafat pada waktunya nanti.

Kami para pendosa juga diberikan sebuah peran, misi, dan juga tujuan dalam pengembaraan dan pencarian hidup kami, meskipun kami tahu, kami karena terlalu berdosanya, kami sering melupakan, tidak mencari, acuh tak acuh kepada tujuan kami diciptakan dan ditaruh di dunia ini. mungkin kami tidak sadar dan sering pura-pura tidak mendengarkan ketika hati kecil kami terus berbicara kepada kami melalui nurani kami. kami berpura-pura tidak mendengarkan hati nurani itu, berpura-pura lupa, memikirkan hal lain karena kami tidak ingin terbeban, meskipun sebenarnya dosa ini yang berusaha kami tebus. namun dimanakah letak jiwa kami, para pendosa ini? setiap waktu, mulai dari detik, menit, jam, hari, minggu, tahun, hingga apa namanya, tidak mungkin kami tidak berdosa. meskipun kami mengetahui banyak juga kebaikan yang kami beri, kami lakukan, namun tetap persentase dosa kami jauh lebih berat, lebih banyak dan juga lebih kejam dari kebaikan kami, dan sialnya kami tidak boleh mengucapkan "persetan" terhadap persentase itu.

Lalu, apa yang kami lakukan untuk menebus dosa-dosa kami? cara pertama adalah memohon masih diberikan waktu atau bahasa lainnya adalah 'umur' untuk masih bisa belajar, memeriksa diri, melihat sudut pandang lain, berusaha meneguhkan lagi langkah kami dalam berjalan di dunia ini, berusaha menjadikan yang telah lalu adalah pelajaran kami untuk mau dan bisa menatap ke depan. Cara kedua adalah meneguhkan hati kami terhadap jalan, visi, misi, tujuan yang telah diberikan kepada kami meskipun sebagian dari kami masih mencari, menanyakan, berimajinasi apa sebenarnya tujuan hidup kami. Cara ketiga adalah dengan mengingatkan sahabat-sahabat pendosa lainnya untuk mau memohon ampun atas dosa-dosa yang telah dilakukan, mengingatkan satu sama lain kalau kami tidak ada yang sempurna, tidak ada yang tidak berdosa. kami berdosa dan sungguh berdosa, tetapi akankah kami takut? akankah kami gemetar? akankah kami lari, akankah kami pergi ketika kami tahu ada sebuah pengharapan akan penghapusan dosa-dosa kami? mudah-mudahan tidak, karena pengampunan adalah sesuatu yang sangat kami butuhkan.. sngat kami perlukan agar kami, para pendosa ini dapat melanjutkan hidup kami, jadi disinilah satu dari para pendosa yang hidup di dunia ini, mengingatkan para pendosa lainnya untuk mau, berusaha, dan bertekad mendapatkan pengampunan itu melalui tulisan yang berdosa ini. 

(215) Eternity

Kapankah dia kembali tuhan? apakah masih ada jalan untuk kembali tuhan? satu bagian besar jiwaku sudah diambil dariku olehmu dan apakah itu masih tidak cukup untukmu tuhan untuk menghancurkan hidupku? tidakkah engkau melihat aku menderita disini karena semua rencanamu? kehidupanku berjalan namun hanya berputar-putar disini tanpa ada kejelasan apa maksud dari semuanya ini. apakah ini rencanamu tuhan? hanya berputar-putar .. aku melihat hari yang sama dengan maksud yang sama. apa bedanya hari ini dengan hari-hari sebelumnya, dimana kesepian ini terus mengganggu jiwaku? engkau sudah memotong setengah dari jiwaku. kadang aku membenci rencanamu tuhan. aku benci jalanmu yang berliku dan tidak jelas. engkau tidak pernah memberitahukanku apa maksud dan tujuan dari rencanamu.. bahkan jujur aku sama sekali tidak tahu apa rencanamu. benarkah rencanamu selalu baik? bisakah aku percaya kepadamu lagi? karena setelah sekian lama aku berputar-putar di jalanmu ini, aku semakin ragu apakah ini adalah jalan yang harus kutempuh untuk hidupku?

(214) BAM

Tabrakan itu terjadi lagi. Buum.. begitu kerasnya menabrak bayang-bayang ilusi itu. tabrakan yang terjadi antara kenyataan dan impianku terjadi lagi dan lebih keras dari sebelumnya. yang terjadi berikutnya adalah diriku terpecah menjadi berkeping-keping, aku tidak tahu yang mana yang benar, apakah kenyataan yang aku jalani sekarang? atau seharusnya aku sedang bermimpi dalam impian-impian semu-ku. dimanakah impianku membawaku saat ini? haruskah aku mempercayai apa yang telah berada didalam semua tabrakan antara mimpi dan kenyataan itu? dimanakah jiwaku sekarang berada? ilusi-ilusi pikiran mulai berdelusi didalam pikiran dan juga apa yang ada di depanku saat ini. serpihan diriku membawa diriku kepada masing-masing bagian jiwaku, serpihan sedih bergabung dengan serpihan kemarahan, serpihan gembira bergabung dengan serpihan bahagia. potongan-potongan serpihan itu terlihat begitu sempurna, menggambarkan apa yang ada didalam diriku sebenarnya. Mimpikah ini? kenyataankah ini? aku tidak tahu, aku tidak peduli.selama aku bisa mengetahui tabrakan itu ada disana, mengulang semuanya lagi perlahan, aku akan melihat tabrakan itu lagi dan lagi…

Monday, May 25, 2009

(213) Wait A..(ll) Moment

Kapankah dia kembali tuhan? apakah masih ada jalan untuk kembali tuhan? satu bagian besar jiwaku sudah diambil dariku olehmu dan apakah itu masih tidak cukup untukmu tuhan untuk menghancurkan hidupku? tidakkah engkau melihat aku menderita disini karena semua rencanamu? kehidupanku berjalan namun hanya berputar-putar disini tanpa ada kejelasan apa maksud dari semuanya ini. apakah ini rencanamu tuhan? hanya berputar-putar .. aku melihat hari yang sama dengan maksud yang sama. apa bedanya hari ini dengan hari-hari sebelumnya, dimana kesepian ini terus mengganggu jiwaku? engkau sudah memotong setengah dari jiwaku. kadang aku membenci rencanamu tuhan. aku benci jalanmu yang berliku dan tidak jelas. engkau tidak pernah memberitahukanku apa maksud dan tujuan dari rencanamu.. bahkan jujur aku sama sekali tidak tahu apa rencanamu. benarkah rencanamu selalu baik? bisakah aku percaya kepadamu lagi? karena setelah sekian lama aku berputar-putar di jalanmu ini, aku semakin ragu apakah ini adalah jalan yang harus kutempuh untuk hidupku?

(212) Aplish

Menggenggam segenggam pasir yang terus menerus keluar dari tanganku diatas pantai ini, itu yang kulakukan sekarang, mencoba mengingat-ingat apa yang telah dunia lakukan kepadaku. Mencoba mencari alasan kenapa semua isi dunia ini meninggalkan diriku (atau aku yang meninggalkan isi dunia). Mencoba mencari sebuah alasan untuk tetap bisa menyukai keberadaanku di dunia ini. Waktu terus berjalan, aku tahu itu karena aku masih merasakan pasir ini masih mengalir dari tanganku. Mengalir dengan halus menuju kearah tanah tempatku berada. Begitu lembutnya sehingga aku juga tidak menyadari tidak ada lagi kehidupan yang aku punya. Waktu membuatku telah terlena dengan segalanya. Namun aku tidak lagi terlena karena dunia telah membangunkan diriku dengan segala macam kengeriannya.
Menurunkan kepalaku kearah tanah tempatku berada, melihat pasir-pasir itu masih bergerak lembut keluar dari genggaman tanganku seakan melihat diriku sendiri semakin menghilang dari dunia. Tubuhku masih berada disini, namun perlahan dan pasti jiwaku menghilang dari sini. Kesunyian yang kudapat berasal dari dalam hatiku, merubah hatiku yang tadinya bisa merasakan menjadi tidak bisa merasakan, menjadi semakin acuh, membenci semuanya. Kembali kepada diriku yang dahulu, kurasa. Aku mengecam dunia dengan segenap kebencianku terhadapnya. mengeluh kenapa dunia ini terasa begitu sepi, terasa begitu halau. Jantungku seakan berhenti berdetak karena menahan sesak yang disebabkan oleh rasa benciku sendiri. Mungkin aku tidak membenci dunia ini, namun aku membenci diriku sendiri.
Hanya tinggal sisa sedikit pasir yang masih keluar dari genggaman tanganku, dan mungkin hanya sisa sedikit waktu juga yang aku punya untuk bisa mencintai dunia ini seperti apa adanya. Kebencianku memuncak hingga pada titik aku ingin merobek pertemananku dengan dunia ini. Namun keraguanku muncul dan kemudian menjadi batu sandaranku untuk terus merenungkan semua. Mungkin aku terlalu lelah untuk semuanya.

(211) A-greed. - Autify…

Haruskah aku tahu alasan kenapa aku harus melakukan ini atau engkau harus melakukan itu? Kurasa tidak. Karena baik aku atau engkau atau siapapun tidak tahu alasan kenapa kita semua melakukan hal-hal itu. Kita semua berusaha keras agar bisa menuju kepada kehidupan yang lebih baik, namun apa yang terjadi? Kita semua berebut hal yang sama, kekuasaan, hawa nafsu, kekuatan. Kita semua haus, haus akan dahaga yang lebih besar dari sebelumnya. Parah.. karena sebenanya kita sendiri sedang tidak haus, namun kita meng-hauskan diri kita sendiri semata-mata dengan alasan agar kita bisa bertahan. Tidakkah kita harus menjadi seperti bayi yang meminta makan saat kita merasa lapar, dan kita makan dengan porsi yang cukup? tidak kekenyangan dan tidak merasa kurang?
Lucu melihat kita semua yang berada disini bertingkah seperti anak kecil yang terus menerus merengek akan kekuasaan, hawa nafsu dan lainnya. Tidakkah kita bisa melihat bahwa itu semua tidak penting? Keserakahan adalah minuman anggur untuk kita. Keegoisan adalah makanan terenak yang dihidangkan di meja makan ini. Dan kebohongan adalah makanan penutup yang akan dihidangkan nantinya. Kita semua dengan serakahnya setuju akan semua menu yang dihidangkan untuk semakin menutup mata kita akan realita. Kita menyantap semua makanan itu dengan lahap. Kita semua setuju akan pembunuhan terhadap sesama kita diluar sana, kita semua setuju akan pembantaian yang terjadi diluar sana, kita semua setuju akan semua pemerkosaan mental dan fisik yang secara fatal diadakan di luar sana. Kita semua menyantap semua makanan ini, dan nanti setelah kita semua kenyang, kita akan saling membantai, memperkosa, dan saling membantai satu sama lain. Karena kita sudah layak dan sepantasnya mendapatkan itu semua. Tidakkah semua mengatakan setuju akan semua ini? Kalau begitu, mari makan.

(210) Real Solution

Keadaan apa lagi yang harus aku jalani? Ketika aku melihat kedalam gelapnya malam, aku menemukan hatiku berada sama gelapnya seperti malam, kegilaan macam apa yang aku dapati sehingga aku mendapati diriku tidak lagi kuat menahan luka di batinku? Pertanyaan kenapa-kenapa dan kenapa terus menerus menghantuiku? Dan satu lagi pertanyaan kenapa akan membuat diriku semakin lemah. Karena dari puluhan ribu pertanyaan “kenapa” itu, tidak ada satupun yang terjawab. Oleh karena itu aku berlari dan menghindari dari teriknya siang menuju kepada kegelapan malam. Disini aku menemukan kedamaian didalam ketakutan terhadap apa yang ada didepanku. Benar-benar tidak bisa melihat, terlalu gelap untuk bisa melihat. Sama gelapnya dengan hatiku, aku juga membunuh cahaya didalam batinku sendiri sejak sekian lama dan terus menerus menjaga agar kegelapan itu terus berada didalam batinku. Bayangan-bayangan gelap ini memanggilku dan menjaga batinku, mereka memakan satu per satu hari-hariku. Merubah hari-hari ceriaku menjadi lebih gelap dari sebelumnya. Mereka membutakan kedua mataku agar aku tidak lagi melihat dan terbiasa dengan kegelapan ini.
Aku percaya didalam dunia yang penuh dengan ketidakpastian ini, aku tidak perlu mengandalkan siapapun. Aku percaya didalam dunia yang tidak bisa kukontrol ini, aku akan menemukan satu-satunya yang bisa kupercaya hanyalah pikiran-pikiran semu yang ada didalam pikiranku. Aku percaya aku tidak perlu menjadi majikan walaupun ada kekuatan diluar sana yang bisa membuatku menjadi majikan. Aku tetap ingin menjadi budak. Ya, seperti anjing aku akan mengikuti kegelapan ini, karena harga diriku sudah terluka dan sudah tersobek, yang ada hanyalah sisa-sisa kenangan yang tidak lagi ada artinya. Kegelapan ini memberikanku kekuatan untuk menghadapi dunia ini, walaupun ego dan emosiku tidak lagi berjalan, aku merasakan kegelapan ini semakin menguasai dunia ini dan aku akan menjadi bagian dari kekuatan itu. Bawalah diriku kepada hibernasi panjang dimana aku akan bertumbuh dan berevolusi menjadi saksi-saksi yang dapat dipercaya.
Kegelapan malam membawaku lebih jauh dari sebelumnya. Ketika aku sendiri, aku sadar aku semakin mengandalkan diriku sendiri dan itu membuatku semakin kuat, kegelapan inilah yang mengajarkanku, dunia tidak membutuhkan manusia yang kuat, melainkan manusia yang bisa belajar dan mau berubah. Terlalu banyak kemunduran dan pertanyaan-pertanyaan yang tidak terjawab yang membuat jantungku berhenti berdetak. Aku tidak ingin mengingat kalau aku pernah mengajukan pertanyaan-pertanyaan “kenapa”. Karena aku sudah cukup menderita dengan bertanya kenapa dan yang kudapat adalah luka di batinku selama aku menunggu jawabannya, dan tetap saja jawaban itu tidak pernah datang. Hatiku sendiri sudah rusak, namun dengan kehangatan malam ini, mereka membalut hatiku yang rusak itu, sehingga aku sendiri tidak dapat melihat seberapa rusak hatiku. Kita semua dikutuk untuk mati pada saatnya nanti. Apa bedanya antara hidup di siang hari dan malam hari, ketika diriku lebih merasa “hidup” dalam kegelapan ini?

(209) Enshrouding Darkness

Setiap hari aku bisa merasakan semakin banyak mata yang menatap sinis kepadaku.dan aku bisa merasakan kebencian mereka kepadaku. Mereka melempar semuanya kepadaku … kesalahan, kebencian,amarah, emosi. Dan yang bisa kuberikan kepada mereka hanyalah ketakutan-ketakutanku yang membuat mereka puas saat mereka tahu aku takut kepada mereka. Melewati hidup seperti ini neraka rasanya. Kemana perlindungan pergi? Kapan rasa aman tiba? Tubuhku sudah lelah menahan sakit yang terus menerus menderaku, belum sembuh 1 tulangku yang patah, sudah datang penyiksaan kepada 5 tulangku lainnya. Dan yang bisa kulakukan hanyalah menjerit dan menjerit. Aku menjerit begitu kencang hingga suaraku kadang tak keluar. Aku merasakan panas didalam jantungku dan aku bisa merasakan setiap darahku naik ke kepalaku, mengakibatkan mataku menjadi ingin meledak. Setiap kali aku mengeryitkan mataku, yang terlihat adalah kematian untuk mereka yang mengolok-ngolok aku. Mereka mengambil tanganku dan memukulnya dengan sebatang tongkat besi. “kraak” … bunyi pergelangan tanganku patah dan aku bisa mendengarnya, mereka masih saja memegang tanganku, tidak memberi kesempatan kepada rasa sakit untuk pergi dan memukuli wajahku dengan tinjunya. Entah sudah berapa banyak darah keluar dari mulutku. Dan yang bisa kulihat hanyalah kematian yang tak pernah datang, kematian hanya duduk dan tersenyum di singgasananya yang berwarna kelabu.
Kini aku bersumpah atas darahku sendiri didepan tembok yang besar ini, aku akan membunuh mereka yang mengolok-olok aku. Aku ingin sekali merobek perlahan kulit mereka.aku akan melakukan itu. Tidak perduli berapa banyak lagi tulang yang akan patah dari tubuhku, berapa banyak lagi darah yang harus aku tumpahkan, aku akan menarik keluar kedua bola mata mereka yang menatap sinis diriku. Aku mengejar mereka satu per satu, aku memburu mereka seperti kesetanan, dan saat mereka berada didalam jangkauanku, mata mereka terlihat seperti mata anak kecil. Seperti bayi yang meminta untuk tidak dibuang, mungkin mataku seperti itu dulu, namun kini aku sudah berubah, aku menusukkan batang pipa ke jantung mereka dan teriakan mereka adalah nyanyian kemenangan untukku, aku menarik keluar jantung mereka agar mereka dapat merasakan betapa sakitnya jantungku ini saat mereka mengolok-olok aku. Hanya bunyi nafas yang terkikik-kikik yang keluar dari mulut mereka saat aku menarik keluar jantung mereka dan aku sangat menyukai suara itu. Itu adalah suara kemenangan untuk jiwaku. Aku mendengar mereka meminta belas kasihan kepadaku, namun aku sudah bersumpah atas darahku sendiri, tidak akan ada lagi pengampunan untuk mereka. Dimana kekuatan kalian sekarang saat aku sudah mulai meminta darah kalian? Kalian hanya bisa mengerang kesakitan, memohon ampun dan meminta agar aku mengasihani kalian .. jangan harap itu terjadi. Aku ingat akan suara-suara tulangku yang patah, aku ingat akan bau darah yang keluar dari mulutku saat kalian memukuli wajahku. Aku ingat semuanya dan aku membawa itu semua kedalam mimpiku. Namun aku tidak meminta apa-apa, yang kulihat hanyalah kematian yang tidak pernah datang.
Kini semuanya telah mati, darah mereka ada ditanganku, darah ayah, ibu dan adikku. Mereka telah menganiayaku karena aku tidaklah sama seperti mereka, tubuhku berbeda seperti mereka, penyakit ini terus menggerogoti diriku sejak aku lahir, namun penderitaaanku sudah berakhir. aku tertawa puas dan aku masih bisa melihat kematian duduk di singgasananya, masih tersenyum. Aku melihat kepadanya dan berpikir kenapa kematian tersenyum kepadaku? Apakah dia ingin aku membunuh mereka? Atau apakah kematian sedang mengejekku karena aku mengambil cara yang salah. Tidak, atas darahku sendiri aku sudah bersumpah, aku akan meniadakan semuanya. Aku mengepalkan tanganku dan menunjuk kearah kematian itu sendiri. Dia bangun dan bertepuk tangan. Singgasananya menjadi jauh lebih kecil saat dia bangun. Aku bisa mendengar tawanya menggelegar di telingaku, menakutkan dan sangat menakutkan, seperti suara binatang yang siap menerkam kematian itu tertawa. Kini dia berdiri diatas tembok yang berceceran darah dengan tulisan sumpahku. Dia mengangkat tangannya, dan menarik jiwaku kepadanya. aku ketakutan dan sangat ketakutan, karena sekarang adalah saatnya jiwaku diberikan kepadanya. ini adalah perjanjian yang kubuat antara aku dengan dirinya. Jiwaku untuknya… ini adalah perjanjian yang aku buat dari darahku sendiri ditembok itu kepada kematian sebelum aku mulai membunuh mereka.

(208) Difride

Beritahu aku apa arti dari kebebasan, ketika aku harus memotong lidahku sendiri saat aku ingin berbicara. Beritahu aku apa arti dari emosi ketika aku sama sekali tidak boleh menunjukkan amarahku. Liberal adalah sesuatu yang sakral disini, percuma berbicara ditempat ini karena semua penuh dengan kekangan .. aku mencari kebebasanku sendiri lagi, dan aku tidak mau lagi kehilangan temanku dalam kegilaan ini. Aku tidak ingin memberi impresi kepada siapapun kecuali diriku sendiri. Aku tahu apabila aku menginginkannya, aku bisa menjadi lebih provokatif dari siapapun, namun tetap saja, percuma saja berbicara banyak di tempat ini. Aku tidak melihat siapapun disini yang akan mendukungku.
Beritahu aku apa arti dari kasih sayang. Karena cinta sendiri telah meninggalkan diriku sekian lamanya. Aku tidak lagi ingat rasanya berpelukan, aku tidak lagi ingat hingar-bingar canda tawa, aku tidak lagi ingat rasanya diperhatikan. Semua menghilang dan terpendam jauh entah dimana. Aku sendiri tidak tahu apakah aku ingin mengulang semuanya itu, karena hanya kesakitan didalam hati yang seakan-akan memaku jantungku tepat ke tanah. Untuk apa aku mengulang semuanya itu kalau aku hanya disakiti dan menyakiti. Terkadang menyedihkan melihat diriku sendirian ditempat ini, namun ini lebih baik daripada aku menyakiti siapapun. Aku telah dikutuk cukup banyak, biarlah kesendirian ini mejadi kutukan bagi diriku sendiri.
Beritahu aku apabila tulisan ini menginspirasi dirimu atau siapapun. Setidaknya itu membantuku untuk mengetahui aku masih ada gunanya, setidaknya aku tahu aku bisa menjadi provokatif kalau memang aku ingin melakukannya. Kegilaan semakin kencang berada di tempat ini. Aku tidak bisa membawa hidupku lebih pelan saat arus disekitarku bergerak semakin kencang. Kadang aku sendiri lupa akan diriku sendiri dan kenapa aku masih mau berada ditempat ini, siapakah yang membutuhkan siapa? Tempat ini yang membutuhkanku? Atau sebaliknya, aku yang membutuhkan tempat ini? Apapun jawabannya, tidak masalah buatku, setidaknya aku bisa berpikir aku setidaknya masih diinginkan .. oleh apapun itu.

(207) Devastation + Obliteration = Eccasorbation

Lagi-lagi aku meluluhlantakkan kedua tulang lututku untuk berlutut didepanmu. aku tidak lagi kuat menanggung beban hatiku ini. aku berlutut tanpa tahu harus berkata apa kepadamu, hanya air mata dan teriakan yang tidak bersuara yang bisa kuberikan padamu. kedua lututku bergetar karena aku berlutut disini dengan masalah yang sama seperti tahun-tahun sebelumnya. aku tidak meminta jalanku dibukakan, aku tidak meminta bisa mendengar suaramu, tubuhku lemas, mengangkat kepalaku pun aku tak lagi kuat. sudahkah kekuatanku habis? sudahkah logikaku membutakan mataku dari jalanmu? sehingga aku tidak lagi tahu apa rencanamu? sudahkah keegoisanku mengambil jiwa terdalamku hingga aku tidak lagi bisa menempuh kebaikanmu? apakah hatiku sudah terbakar oleh emosiku sendiri? masihkah aku diberkati untuk setiap tindakanku? aku tidak lagi bisa merasakan kebaikanmu.
kenapa aku merasa begitu kosong? walaupun aku sudah melewati begitu banyak perubahan dalam hidup, namun tetap semuanya kosong. Aku mengerti jalanku masihlah panjang dan berat, namun kenyataannya adalah aku tidak pernah mendapatkan aku yang ingin kudapatkan, kalaupun aku menginginkannya, engkau tidak pernah memberikan kepadaku jalannya. Kenapa hidup harus begitu pahit? Meskipun aku akui ada beberapa rasa manis yang sempat hinggap disini. Rasa kosong ini memenuhi setiap aspek hidupku dan setiap harinya membuatku semakin kosong. Apakah usahaku tidak cukup untuk membuktikan semuanya. Apakah engkau akan tetap menutup kedua telingamu terhadap pertanyaan-pertanyaanku ini? Aku tahu engkau diatas sana dan mendengarkan apa yang aku tulis ini, karena setiap apa yang kutulis ini berasal dari hatiku, dan aku tahu engkau dapat membaca hatiku. Namun berapa puluh ribu kali engkau membaca hatiku, jutaan kali engkau menggelengkan kepala dan berkata “tidak!”. engkau tetap tidak pernah memberikan apa yang menjadi kebahagiaanku.
Kau tahu apa yang membuatku menderita dibawah sini? Memori-memori inilah yang membunuhku disini. Aku tahu memori yang telah datang tidak pernah berbohong, semua memori itu benar dan sudah terjadi dan sialnya semua memori itu melekat didalam kepalaku dan tidak bisa pergi. Berartikah semua air mata yang aku keluarkan saat ini saat aku melululantakkan kedua kakiku untuk berlutut kepadamu dan memohon kepadamu? Kenapa rasanya sangat menyakitkan untuk berharap kepadamu? Engkau mengatakan semua akan indah pada waktunya, aku tidak akan bertanya kapan waktunya karena aku tidak bisa mendengar suaramu. Aku tidak mengerti kenapa harus seperti ini caranya dan aku rasa aku tidak akan tahu sampai kapanpun … yang bisa aku lakukan disini hanyalah menunggu hingga ajalku tiba dan berusaha untuk melihat, apakah saat ajalku tiba nanti, akankah kebahagiaanku terkabul .. Atau pada akhirnya aku akan menemukan engkau begitu jahatnya untuk tetap tidak memberikan aku kebahagiaan yang aku inginkan?

(206) Soulmatte

Siapa yang akan mengingatmu sekarang? Engkau terbaring tanpa gerak didalam tanah sana. Bergerak kaku tanpa bisa membalas apapun yang kami berikan kepadamu. Kami tidak ingin mengingatmu, terlalu banyak kenangan yang akan membuat kami terluka apabila kami mengingatmu, kebaikan-kebaikanmu tidaklah berguna bagi kami, kejahatan-kejahatanmu sudah berhenti dan tidak lagi terdengar. Tawa dan senyummu tidak lagi kami rindukan karena kedua hal itu tidak akan terlihat lagi. Senang rasanya melihatmu didalam sana, bergerak kaku dan tidak bergerak. Mendengar engkau tidak lagi bernafas lagi adalah sebuah kelegaan bagi kami.
Pernah tangan-tangan kami berusaha menyelamatkanmu dari lubang kubur itu, namun engkau menolaknya dan terus saja menjalani hidupmu itu. Pernah suara-suara kami berusaha memberikan saran dan kritik namun telingamu sibuk mendengarkan godaan-godaan dan juga hawa nafsu disekelilingmu. Pernah usaha-usaha kami merawatmu dengan segenap hati, namun dengan segenap hati pula engkau menolak rawatan kami karena engkau bersikukuh untuk terus berjalan sesuai dengan kehendakmu. Sepadankah semua bagimu sekarang setelah engkau sudah berada didalam sana? Kami harap sudah, karena kami tidak lagi bisa merawatmu lagi, tidak bisa melihatmu lagi, dan kami sudah tidak bisa apa-apa lagi sekarang.
Dosa-dosa kami sudah disetujui dan juga sudah dimaafkan, berbeda denganmu yang tidak pernah meminta maaf , tidak pernah sadar akan kesalahan dan juga dosa-dosamu. Disini kami tidak pernah meminta kehidupan abadi, melainkan meminta untuk diberikan kebijakan dalam menjalani hidupmu. Kami juga seringkali menahan sakit kami ketika engkau keras kepala dan tidak mau meminta pertolongan. Anehnya adalah walaupun kami melihat engkau berada didalam sana, kami masih bisa sayup-sayup suara pertolongan dan juga pengampunanmu kepada kami semua disini. Dan bukannya kami tidak mau memaafkan tetapi semua itu sudah terlambat, engkau tidak lagi memiliki yang namanya pengampunan, sudah lewat sekitar puluhan tahun sejak kami berusaha menyadarkanmu, namun engkau tetap bersikukuh jalan yang engkau ambil adalah yang benar.
Maafkan kami tidak lebih kuat berusaha, namun kami juga sudah dibatas limit kami untuk berusaha dan berdoa. Sayang sekali engkau tidak bisa lagi melihat betapa gelapnya awan sekarang ini dan betapa derasnya hujan yang terjadi sekarang, tubuh kami basah sekujurnya, namun jangan engkau berharap ada air mata yang turun dan bercampur dengan hujan ini. Sepercik petir di angkasa menyinari apa yang kami lihat didepan kami, yang kami lihat hanyalah tanah. Tidak ada lagi yang lainnya. Jangan mencoba mencari kami lagi, karena kami juga tidak akan mencari dirimu. Biarkanlah setiap kesepakatan yang kita lakukan berakhir disini, sekarang. Engkau bukanlah lagi milik kami, dan kami bukanlah lagi milikmu. Jadi biarkan dirimu istirahat dan membusuk didalam tanah sana, dan biarkan kami yang berada disini menjalankan hidup kami lagi tanpa dirimu. Berikut adalah satu penghormatan terakhir bagi kami yang kami berikan kepadamu karena setelah ini kami akan membalikkan pandangan kami darimu. Selamat tinggal jiwaku… beristirahatlah dengan tenang.

(205) Just (Some) Body

Aku terjebak dalam bentuk daging ini, kulit ini, mata ini, telinga ini, jantung ini masih berdetak. Aku ingin keluar dan menjelajahi surga, namun tubuh daging ini menahanku dan aku tidak bisa keluar. Nafsuku masih berada didalam tubuh ini, kudengar di surga tidak lagi ada hawa nafsu, ingin rasanya aku kesana, karena yang membunuhku disini adalah hawa nafsuku akan kebutuhan dagingku, kekuasaan, kerakusan dan keegoisanku. Aku marah setiap kali keinginanku tidak dipenuhi. Dan dari apa yang kudengar, neraka sudah penuh dengan jiwa-jiwa yang terkutuk, sehingga aku tidak lagi bisa masuk, setan hanya mencatata namaku dan memberikan nomor kapan aku akan bisa masuk ke neraka. Kulihat angka yang kulihat diberikan… aku menghela nafas karena antrianku masihlah sangat lama. Mengherankan dan betapa menggelikannya mengetahui kalau neraka sudah penuh karena mengetahui sudah begitu banyakkah jiwa-jiwa yang terkutuk di dunia ini?
Aku melekatkan kedua tanganku mencoba untuk merasakan detak jantungku, mungkin menikam jantung ini akan menghentikan jalannya dan aku akan bisa menjelajahi surga, namun aku tidak bisa karena aku tidak mempunyai keberanian untuk melakukannya. Lucunya adalah aku benci sekali setiap kali aku mendengar detak jantungku berdetak, seakan ia bernyanyi la la la … aku masih terjebak di dunia ini dan dengan rakusnya dunia ini menghitamkan jiwaku dengan rakusnya hawa nafsuku. Dimana letak perlindunganku? Tapi setelah berpikir cukup lama, bagaimana bisa aku mendapatkan perlindunganku ketika aku sendiri tidak tahu apa yang harus aku lindungi karena aku masih membutuhkan daging ini untuk bisa memuaskan hawa nafsuku sendiri.

(204) Incapabious Lies

Lapangan ini masih sama seperti dahulu. Aku masih menduduki tempat favoritku, yaitu diatas tumpukan pipa yang berdesakan namun cukup kuat untuk menopang. Aku sering menghabiskan waktuku disini, melihat dan memperhatikan apa yang ada di sekelilingku, merasakan setiap sentuhan yang bisa kurasakan, mendengarkan kepada apa terlintas kedalam gendang telingaku. Sesuatu terasa beda saat 20 tahun kemudian aku berada disini. Bedanya adalah aku dulu bermain dengan riang saat bermain disini, namun sekarang aku duduk disini berusaha agar aku bisa bermain lepas seperti 20 tahun lalu, hasilnya? Tidak bisa. Seiring dengan jalannya waktu, aku semakin awas terhadap sekitarku, semakin waspada kepada orang-orang yang berada disekitarku, semakin lelah dalam menjalani hidup ini.
Terlalu banyak kebohongan dan kepura-puraan dalam hidupku, kenapa semua itu terjadi dan dibiarkan terjadi? Kenapa kita tidak mempunyai kekuatan untuk mengontrol hati dan kemauan orang lain .. apakah karena semua ini adalah permainan dan semua orang mempunyai cara mainnya sendiri sehingga tidaklah lagi mengasyikkan apabila ada 1 orang yang mempunyai kekuatan untuk mengontrol semuanya? Kebohongan yang satu dan telah kubuat telah membawaku kepada kebohongan-kebohongan lainnya. Untuk apa? Jawabannya adalah untuk bertahan hidup. Tidak akan ada jawaban yang bisa kuberikan kepada orang lain apabila aku tidak berbohong, dan komunitas manusiaku disini hidup berdasarkan kebohongan, bahkan konsep tuhan sendiri mungkin adalah sebuah kebohongan besar. Jadi dimana letak kejujuran? Ia berada didalam kenyataan. Kenyataan tidak bisa dibohongi, karena kita menjalani kenyataan setiap detiknya, setiap menitnya dan itu menakutkan kadang.
Matahari semakin terik membuat aku semakin memicingkan mataku, aku berdalih aku akan bisa mengingat masa kecilku. Ya .. masa kecilku bermain dihadapanku, aku melihat aku berlari, memegang tangan temanku, tertawa lepas … dalam 1 kedipan mata aku sadar dan kembali kepada kenyataan aku sadar aku tidak mempunyai siapa-siapa untuk kupegang kecuali diriku sendiri, sadar aku tidak sedang tertawa melainkan sedang bersedih atas berjalannya kehidupanku ini, masa laluku begitu indah, dan masa depanku masih tidak jelas dan tidak akan pernah jelas. Tato yang berada di belakang bahuku seakan mentertawakan aku akan kemalasanku dalam menjalani semuanya. Tapi haruskah aku perduli? Aku rasa tidak. Kenapa? Karena hidup ini adalah semua kebohongan dan semua yang kutulis disini hanyalah kebohongan semata juga.

(203) Broken Nest

Tidak akan lagi pernah aku mau berharap, karena setiap harapan yang aku ucapkan dan aku katakan dalam hatiku membuatku terluka parah seiring dengan menunggu waktu dan pada akhirnya harapan itu tidak pernah terjawab.

Tidak akan lagi pernah aku mau bermimpi, karena setiap mimpi yang masuk ke dalam alam bawah sadarku membawaku kepada kematian saat aku bangun nanti dan aku benci mengetahui aku tidak mempunyai kekuatan untuk mengontrol mimpiku

Tidak akan lagi pernah aku ingin mempunyai inspirasi, karena setiap inspirasi yang aku miliki dan ingin aku wujudkan tidaklah lagi berharga dan akhirnya akan membawaku kepada satu titik depresi yang tidak lagi ingin aku ulangi.

Tidak akan lagi aku mengorbankan diriku, karena aku sudah mengorbankan semuanya hingga harga diriku serta semua ketakutanku dan semua pengorbanan itu tidak lagi berharga, penghargaan yang diberikan padaku adalah kalimat "tidak ada yang menyuruhmu untuk melakukan semua pengorbanan itu"


Disini aku mencari jawaban yang tidak akan pernah datang karena waktu sudah mulai mengaburkan dirinya dari kenyataan. aku berusaha untuk bernafas sedikit agar aku bisa keluar dari kegilaan ini, namun aku tidak menemukan udara itu, yang ada hanyalah samar-samar kenangan dan kemarahan serta depresi yang aku keluarkan setiap detiknya. aku juga tidak boleh merasakan lelah, karena kelelahanku akan membawaku kepada jerat-jerat kelemahanku sendiri dan aku tidak akan bisa keluar dari sini, cukup percayai saja semuanya tidak akan menjadi baik, semuanya akan berantakan dan semakin tidak beraturan .. karena memang itu yang harus terjadi saat kekacauan datang dan merajai kehidupan dimana pikiran-pikiran gila akan menjadi teman baikmu. tidak bisa menghidupkan lagi emosi yang lainnya, yang tersisa adalah kekecewaan-kekecewaan yang tidak lagi terbendung..

Tidak akan lagi aku mencari jawaban, karena setiap jawaban yang aku temukan dan diberikan kepadaku akan membawaku kepada pertanyaan lainnya dan sudah cukup aku dipermainkan oleh pertanyaan-pertanyaan bodoh dimana aku selalu saja penasaran.

Tidak akan lagi aku bertemu kesempatan, karena kesempatan hanyalah ilusi dan juga rasa pahit yang harus dipenuhi setiap syaratnya. setiap kesempatan yang datang akan membawamu kedalam jalan-jalan baru yang tidak pernah diterka kebaikannya.

Tidak akan lagi aku mengambil keputusan, karena setiap keputusan yang aku ambil membuat jiwaku terguncang akan hasilnya. lebih mengikuti keputusan-keputusan lainnya yang sudah ada dan kemudian memodifikasi sedikit-demi sedikit keputusan yang sudah ada.


Mencari serpihan-serpihan jiwaku di lorong-lorong kekecewaan, dan tidak akan lagi aku mau kesini untuk mencari inspirasi. lorong-lorong ini terlalu erat memakan jiwaku. aku tidak bisa keluar. saat malam tiba aku tidak akan bisa keluar dari mimpi yang aku alami dan pada akhirnya aku akan menyerah kepada keputusasaan dan menuju kepada kebinasaan. aku hanya butuh menghabisi diri dan jiwaku sendiri sebelum kemarahan dan kekecewaan itu menangkap diriku. aku tidak ingin berada disini, kegilaan yang aku alami disini membuatku bisa berpikir banyak sebelum aku bisa keluar. sudah cukup usahaku untuk membuat sebuah pengorbanan besar, dan aku tidak butuh alasan kenapa aku harus melakukannya karena tidak ada yang membutuhkan alasan itu.
Sudahi saja tertawamu karena semua permainan hidup ini sudah tidak lagi lucu dan aku sudah jenuh dengan semuanya. berteriak atau tidak, semuanya tetap berputar dan juga saat aku berhenti bermain, engkau memaksaku untuk memutar roda permainan lebih keras lagi. aku dicap jahat dan engkau dicap baik, dimana letak kewarasan? kewarasan tidaklah selaras dengan kedewasaan dan perubahan yang sudah aku lalui. kita sudahi saja permainan ini dan biarkan aku akan pergi dari sini dan bertemu dengan penciptaku lagi di tempat itu.

(202) Plain Grey

Aku menunggu telepon yang aku yakin tidak pernah berdering,
aku masih menunggu sosok yang aku yakin tidak akan pernah datang,
aku memimpikan mendengar suara yang tidak akan pernah terdengar lagi .. aku masih menunggu, menunggu dan hanya bisa menunggu.
mungkin hidupku tidaklah sesempurna orang lain, mungkin menunggu adalah sebuah berkat sekaligus kelebihanku. tidak semua orang bisa dan mau menunggu seperti aku. makian kata bodoh, egois datang dari mulut orang lain begitu seringnya. mungkin benar aku bodoh, mungkin benar aku egois..aku membenci diriku sendiri karena hal ini. kalau aku bisa mencabut hatiku dan menggantikannya dengan yang lain, aku mau. beban hatiku terlalu berat untuk aku tanggung sendiri dan juga beban ini tidak bisa diberikan kepada orang lain. masih banyak huruf misterius yang menungguku disana, dan aku tidak tahu apa artinya. aku bisa melihat diriku terbaring lemah menunggu disini, walaupun aku tahu aku sendiri yang berada di atas lantai ini. dimanakah tuhan ketika aku membutuhkan dirinya, Dia tidak pernah datang tepat waktu, dimanakah keselamatan ketika aku membutuhkannya? ia juga datang begitu telat. yang datang begitu cepat menghampiriku adalah keputusasaan yang membawaku kepada kematian. sudah berapa lama aku menunggu? hari berganti hari dan bulan berganti bulan. waktu tidak ada lagi artinya bagiku. semuanya sama. abu-abu datar.

Sepercik darah yang aku keluarkan dari hatiku terasa begitu ringan. Setiap serpihan yang membuatku terjatuh di atas lantai ini membuatkan semakin buta. untuk bangun saja aku pun tak bisa walaupun aku mau. tuhan tidak membuatku tulangku lebih kuat karena aku sudah merusak semuanya dengan noda dunia yang aku buat. tuhan tidak membuat pendengaranku menjadi lebih tajam karena aku tidak menginginkan suaranya. aku menginginkan yang lain.lucunya adalah ketika aku berusaha, semuanya menjauh. lucunya adalah ketika aku menangis, mereka semua tertawa. lucunya adalah ketika aku menginginkan kematian, hidup menghampiri, berusaha bermain tarik ulur atas jiwaku. tuhan tidak pernah mendengar doaku, karena aku sendiri tahu aku tidak punya doa apapun. keinginanku membuatku rusak, keinginanku inilah yang membuatku diam dan terus menunggu disini, terkutukkah aku? mungkin iya, aku tidak mengerti satupun kenapa ini semua terjadi dan aku tidak pernah mendapatkan jawabannya. terus dan terus aku meminta untuk diberitahukan walau sedikit, namun yang ada hanyalah keheningan dan kegelapan yang terus menerus menderaku. mungkin aku terlalu bodoh untuk mempercayai semuanya dari awal. percaya atau tidak, semuanya sama. abu-abu datar.

Kutunggu hingga engkau mengerti cara pikirku, karena sama disini. aku juga tidak mengerti cara pikirmu. lalu dimana gunanya komunikasi dan juga atensi? dimanakah keintiman yang terjadi karena komunikasi? tetap saja aku disini, terbaring datar diatas lantai yang dingin, berharap telepon sial itu berdering. aku juga berharap pintu itu terbuka dan menunjukkan sosok yang ingin kulihat lagi. mataku sudah terasa sangat lelah, berusaha menatap gambar-gambar buram membuatku semakin membenci hidup yang tidak berguna ini. dimana letak pengampunan karena aku membutuhkannya dengan amat sangat. aku membenci sesuatu yang bernama kesempatan, kesempatan hanyalah dogma bodoh yang tidak pernah terjadi dalam hidup. semua itu hanya mengacaukan struktur hidup. ketika aku melihat semuanya terjadi didepan mataku, dimana aku dengan bodohnya melepas sesuatu yang bernama cinta, aku menghancurkan diriku sendiri. kekuatanku sudah tidak lagi ada, diserap oleh kemarahan-kemarahanku terhadap dunia ini. aku tidak pantas untuk siapapun, dimanapun aku berada, aku membawa kemarahanku ke dunia, oleh karena itu aku mengurung diriku di dalam ruangan ini, berharap semuanya akan bergerak lancar dan aku akan bisa kembali berjalan menuju dunia. namun tetap yang bisa kulihat adalah tembok-tembok yang tidak lagi berwarna. warnanya sudah sangat kukenal. abu-abu datar .. abu-abu dimana aku tahu saat itulah aku kembali menjadi abu. sama seperti mereka.

(201) Judgement

Milyaran helai sayap lembut malaikat turun dari surga menuju arahku. aku melihat ribuan malaikat melihatku dari atas sana dengan pandangan yang iba. aku melihat awan-awan berwarna putih terang menyilaukan mataku, namun anehnya aku bisa melihat malaikat-malaikat itu dengan jelas. beberapa diantara mereka bahkan menangis melihat diriku. Gabriel, sang malaikat idola meletakkan senjata perang surgawinya dan bersedih untukku. Abraham, Sang Bapa dari manusia memalingkan pandangannya dariku saat aku melihatnya. Adam dan Hawa berpelukan saat melihatku namun mereka hanya tersenyum tanpa arti. Tuhan Yesus mengulurkan tangannya mencoba meraihku, namun sesuatu meghalangi tangannya untuk menggenggamku. Terlihat dengan sangat jelas Tuhan Yesus kecewa karena tidak bisa meraihku. Bunda Maria tidak terhitung berapa kali terdengar suara tangisnya saat melihatku, dan puluhan malaikat menghiburnya untuk tidak menangis. Allah Bapa duduk diatas singgasananya dengan cahaya yang sangat berkilauan, aku tidak bisa melihat wajahnya. apa yang terjadi disini? Ribuan pasukan surgawi berkumpul dan menatap diriku. aku mencoba untuk tersenyum, namun mereka semua semakin bersedih untuk diriku. namun seperti diatas pentas, sayap-sayap lembut malaikat itu turun dan menghujaniku. aku mencoba meraih satu dari milyaran sayap yang turun itu. Sayap-sayap berwarna putih itu berubah menghitam saat jemariku menyentuhnya. aku heran dan kembali melihat keatas.
Salah satu malaikat meniup sangkakala-nya dan berteriak lembut "tidakkah kamu tahu sayap itu menghitam karena dosamu?" dan disaat itulah gemuruh terjadi, dan tangisan Bunda Maria semakin kencang dan puluhan malaikat tidak bisa lagi menghiburnya, aku melihat Tuhan Yesus memeluk Bunda Maria dan Allah Bapa merangkul mereka berdua. Bunda Maria masih melihatku dengan penuh harapan, dan memohonkan sesuatu kepada Allah Bapa, tetapi Allah Bapa menggelengkan kepalanya. Malaikat Gabriel mengangkat senjata surgawinya dan seluruh laskar perang surgawi seakan siap siaga. Abraham meninggalkan altar dan berkumpul dengan para bijak disana, Adam dan Hawa kembali ke taman firdaus. mereka semua perlahan pergi. sayap-sayap yang semula turun berwarna putih berubah menjadi hitam saat mengenai tubuhku. dan helai lembut sayap itu menyakiti setiap bagian tubuhku yang terkena olehnya seperti sebilah pisau menyilet tubuhku.
Aku melihat kebawah sana dan aku melihat bumi dibawahku. aku bisa melihat orang-orang yang kukenal dan tidak kukenal di bumi. mereka berkelahi satu sama lain, membunuh satu sama lain, tidak ada kesempatan untuk mendengarkan karena semua ingin didengarkan. darah dimana-mana dan kengerian terlihat dari setiap raut muka mereka. ketamakan, keegoisan, kemarahan, kebencian terlihat di bumi. tidak ada lagi kedamaian. inikah bumi yang aku tinggali selama ini?
Bunda Maria turun dari singgasananya dan memeluk diriku yang penuh dengan darah karena sayatan sayap-sayap ini. saat dia memelukku, jubah birunya berubah menjadi hitam dan dia berteriak kesakitan, namun dia tetap memelukku lembut walaupun tangannya mengeluarkan darah saat membelai lembut tubuhku. Allah Bapa memarahi lembut dirinya dan aku melihat Tuhan Yesus juga turun membela Bundanya. Bekas paku di telapak dan kakinya terlihat jelas saat dia juga turut memelukku. sayap-sayap yang putih ini terus menerus turun dan mengikis bagian badanku, membuat perih hingga ke tulangku. Bunda Maria menyelimutiku dengan jubahnya yang sudah menghitam, namun Gabriel menyuruh laskarnya untuk memisahkan dirinya dari diriku. Dia tidak mau melepaskan diriku dan menangis iba saat dia tidak bisa lagi menyentuhku. aku masih tidak mengerti apa yang terjadi. Gemuruh itu terjadi lagi dan Allah Bapa berdiri dari singgasananya, mengucapkan sesuatu yang aku tidak tahu apa artinya. suaranya sangat lembut namun sangat berwibawa.
"Dosa-dosamu membuatmu tidak pantas memasuki kerajaanKu, tidakkah engkau tahu berapa banyak Bundamu dan Anakku berdoa untukmu setiap harinya? Saat mereka berdoa untuk dirimu, berapa tetes darah yang harus mereka keluarkan untuk menebus dosamu wahai manusia ciptaanKu? namun keegoisan, keras kepala, emosional, rasa tidak percayamu membuatmu menghilangkan imanmu sendiri. yang kuminta darimu hanyalah imanmu. tidak lebih dan tidak kurang. Jalan yang kusiapkan untuk dirimu sudah siap dan akan mengantarmu pulang kepadaKu namun engkau tidak berjalan diatas jalan yang Kusiapkan untukmu. engkau memilih jalanmu sendiri dimana engkau menuntun kemunafikanmu sendiri. Engkau lebih mencintai dunia dan ilusi-ilusi yang kaubuat dalam pikiranmu dan membiarkan Iblis memperdayaimu, aku memberikanmu setiap hari perlindungan setiap saat engkau memintanya. namun aku tidak memaksamu untuk menggunakannya. aku memberikanmu kebebasan tapi Aku bukan lagi Allahmu, namun Iblis yang kamu pilih untuk menjadi rajamu. Pergilah ke tempat dimana rajamu berada sekarang"
Allah Bapa berkata seperti itu kepada diriku dan aku bisa melihat tangis air mata turun dari matanya saat menyuruh mailakat Gabriel mengikatku dan membawaku ke tempat Iblis berada. Bunda Maria berteriak keras mencoba meminta pemgampunan lagi kepada Allah Bapa atas diriku, Tuhan Yesus pun turut berdoa kepada Allah Bapa. Namun keputusan Allah Bapa adalah keputusan yang tidak bisa dirubah oleh siapapun. Roh Kudus yang disiapkan untukku menundukkan kepalanya karena malu tidak bisa menjalankan tugasnya kepada Allah Bapa. "engkau tidak perlu malu Roh Kudus temanku, engkau menjalankan tugasmu dengan sangat baik, namun aku yang memilih untuk tidak mendengarkanmu." aku mengucapkan itu kepadanya, namun dia bersedih kepadaku dan semakin menundukkan kepalanya.
Hawa Panas menderaku, dan aku melihat lautan api dimataku, mencabik-cabik setiap senti kulitku. aku melihat Gabriel menyerahkanku kepada Iblis-Iblis yang menunggu jiwaku digerbang neraka itu. "Tolong jangan serahkan aku pada mereka, Gabriel" teriakku kencang, namun Iblis-Iblis itu mencium ketakutanku dan dengan kasar mengambilku dari Gabriel. Aku menengok ke belakang dan aku melihat Gabriel menangisi diriku dan mencoba untuk tetap kuat. aku terus berteriak memanggil namanya. namun pintu neraka ini sudah tertutup dan Iblis-Iblis ini mulai mengejekku dan berkata "inilah rumahmu, Sembah rajamu, sang Iblis wahai manusia bodoh" dan saat itulah mereka memakan jiwaku. yang ada hanyalah penyesalan dan pertanyaan "KENAPA?"
Kenapa aku bodoh tidak mendengarkan Tuhan?
Kenapa aku keras kepala?
Kenapa aku tidak mempunyai sedikitpun iman?
Kenapa aku ...
Kenapa ...??

Dan jutaan pertanyaan "kenapa" lainnya... namun saat ini sudah terlambat.. selamat datang di neraka . itu adalah kalimat yang diteriakkan iblis-iblis ini saat menyiksaku untuk selamanya..selamanya dan selamanya.

(200) Got to go …

Masih bisakah engkau melihatku masih disini? menatap dirimu dengan penuh harap. berlakukah hukum yang pernah diciptakan ini saat aku berharap padamu? arus waktu yang terus berjalan tetap tidak bisa membuatku melupakannya. berputar - berputar - dan terus berputar, namun aku tetap tidak bisa melihat jalan yang kaubuat untukku.. apalagi yang harus aku berikan? sisa kekuatanku hanya cukup untuk menyebut namamu.. dan saat kusebut letih namamu, kepercayaanmu padaku tidak juga bertambah. pecahkan satu sisa keping lagi hati yang aku punya, maka aku akan percaya engkau tidak mempercayaiku lagi. engkau menangisi aku diujung sana karena aku begitu bodoh untuk tidak bisa mengerti semuanya dan aku minta maaf akan hal itu. pemikiranmu jauh melebihi pemikiranku dan semua diagnosa ketololanku yang ada padamu tidak pernah bisa kulihat. tulangku mengelu meminta maaf dan pengampunan dari dirimu, namun tetap tidak ada tanda-tanda akan hal itu.
Apakah engkau masih melihatku disini? lelah aku melihatmu dengan penuh harap dan aku tidak tahu apakah engkau masih melihatku, arus waktu ini akan berhenti suatu saat nanti, namun aku tidak tahu akankah aku masih disini seperti ini. lekatkan kedamaian yang pernah kautawarkan untuk diriku dan hanya untukku. jemari-jemari ini sudah tidak kuat lagi untuk memegang janjimu. diatas kedua kakiku aku menumpukan sesuatu yang tidak pernah usang, yaitu perasaanku. semua beribu satu perasaan ini menyatu kedalam hatiku, dan hatiku yang kaurusak. tidak ada lagi tempat untuk menyimpan perasaan ini. tidak akan ada lagi hari-hari cerah. apakah kau masih berniat untuk memecahkan sisa satu keping hatiku ini. iya atau tidak jawaban yang aku berikan padamu, apakah semuanya akan selesai? ketakutanku semakin menghantuiku. jangan berikan aku lebih lagi, karena aku tidak bisa menanggungnya lagi. (apapun itu yang akan kau beri).
Engkau sudah tidak lagi menatapku. aku berharap aku melupakan semuanya. tidak ada sesuatu yang bisa kupercaya, yang tersisa dari diriku hanyalah memori-memori yang tidak akan bisa berkembang lagi. tidak ada lagi sisa keping hatiku yang bisa dihancurkan, semuanya pecah tak bersisa. namun tetap engkau tidak memberikan kebutuhanku yaitu pengharapan dan juga jawaban atas doaku. kupercaya akan kebohongan itu sekarang. tubuhku tidak lagi bergerak, kedua tulang kakiku yang patah terselubung didalam kulit kakiku, dan setiap adrenalin yang ada hilang entah kemana.. yang ada hanyalah emosi-emosi dan juga devosi yang tidak pernah jelas arahnya. dari moment ini, dimana aku menyadari semuanya selesai, yang tersisa hanyalah penyesalan kenapa semuanya terjadi dan kenapa harus terjadi padaku. diagnosa ketololanku bisa kulihat sekarang, disaat ajalku menjemput baru aku bisa melihat semua dan sayangnya tidak ada lagi detik-detik dibumi yang bisa memberikan kesempatan untukku untuk berkata "maafkan aku". dua kata yang tidak lebih dari 3 detik untuk diucapkan. meskipun engkau tidak lagi melihatku disana dan mulai berjalan menjauh, aku yang disini masih melihat punggungmu dengan penuh harap.. berharap engkau akan kembali dan memaafkan diriku namun sayangnya mataku semakin lelah dan rasa kantuk ini menderaku dan semuanya menjadi hitam pekat.

(199) Fiattarna Invida

Merasa diriku adalah seorang pahlawan .. begitu menggelikan rasanya. aku adalah seorang bajingan yang masih mencari alasan kenapa aku harus menyukai dunia ini. aku tidak menyukainya sama sekali. apa yang menarik dan harus kusukai dari dunia ini? dulu dunia ini indah, namun tidak lagi. pernah ada kehidupan disini, pernah ada harapan terpendam disini, pernah ada cinta tumbuh di tempat ini, pernah ada hubungan intim terjadi aku dengan dunia ini, pernah ada belaian daun terhadap diriku, pernah ada hembusan angin memasuki duniaku tetapi semua itu digantikan dengan eratnya dendamku dengan dunia, digantikan dengan rasa benci yang menyelimuti jiwaku terhadap dunia ini.
Cincin ini masih melingkar di jari manisku, cincin dimana seharusnya dunia ini memberikan lebih kepadaku. cincin ini tidak berarti apa-apa saat ini. hanyalah memori-memori yang ingin sekali kuhapus dari ingatanku, namun semakin aku ingin menghapusnya, semakin memori-memori itu mengikat otakku dengan duri-durinya, menerkam setiap celah jiwaku yang terbuka untuk diserang. aku benci menggunakan cincin ini, namun apa bedanya aku memakainya atau tidak, kubuang atau tidak, dunia ini masih sama.
Bekas luka di leherku masih tidak menghilang, entah sudah berapa tahun lewat saat aku mencoba untuk membunuh diriku dengan mengikat leherku, aku melompat dengan gembira dari jurang itu, aku masih merasakan sakit saat tali itu menjerat leherku dengan eratnya, kadang aku masih merasa susah menelan ludahku sendiri. namun aku tidak mati, aku disini, memandang ke arah pantulan air, melihat wajahku dan dunia yang sangat kubenci ini. warna coklat karena debu yang tebal ini menghiasi setiap sudut dunia. beberapa diantaranya menghitam karena tidak tahan lagi menahan korupnya dunia ini.
Kutulis semua ini tanpa berpikir, aku hanyalah sebuah alat untuk melihat, merasakan dan menulis semuanya. tidak ada yang hidup lagi di sini, kecuali rasa benciku yang menelan jiwaku yang pernah suci. dimana keselamatan? dimana harapan? tidak ada dan tidak pernah mengunjungiku diriku lagi, terakhir mereka mengunjungiku saat dunia ini masih indah, namun mereka juga meninggalkanku saat dunia ini berubah menjadi liang kubur yang semakin dalam galiannya. dan apa yang kudapat? hanya rasa benci akan dunia ini. aku berharap dunia ini berhenti, aku berharap aku melepas cincin ini dan luka di leher ini menghilang, kuingin dunia baru, kuingin kehidupan baru, namun semuanya tidak pernah ada, tidak pernah datang, yang datang hanya rasa sepi dan pikiran-pikiran gila yang terus menekanku disini, memaksaku untuk menulis semua ini. setiap lembar tulisan yang kutulis kuakhiri dengan membakarnya, berharap abu yang terbang ke angkasa akan membawa setidaknya satu pecahan jiwaku yang letih ini.

(198) Silent Blasphemy

Jika aku bisa melihat menembus angkasa, aku ingin melihat taburan bintang diatas sana, aku yakin indahnya akan seindah hidupku saat masih bersamanya. Jika aku bisa mencium bau bunga yang terwangi saat ini, aku yakin wanginya akan sewangi harum tubuhnya. namun kenyataannya adalah aku tidak bisa melihat taburan bintang diatas angkasa sana dan aku tidak bisa mencium wangi bunga itu … yang ada hanyalah rasa dingin yang dikeluarkan oleh air mataku, menyeret dengan berat, mengalir dengan cepat menuruni setiap senti kulit mukaku dari kelopak bawah mataku.
Mungkin Tuhan benar, aku terlambat dan tidak akan ada lagi kesempatan kedua. dan Iblis pun mempeparahnya dengan memberikan banyak sekali godaan yang tiada hentinya kepada diriku. Hilang hilang dan hilang, aku tidak bisa melihat apa yang kupunya sekarang, perlahan namun pasti semuanya menghilang .. harapan, iman, doa, kekuatan, usaha, persahabatan, kepercayaan, semuanya menghilang dan digantikan dengan kuatnya keputusasaan, pengorbanan yang sia-sia, nafsu, ketidakpuasan, pemberontakan. hatiku tetap berharap masih ada satu harapan lagi, namun semakin aku berdoa, semakin doa itu tidak terdengar lagi. yang terdengar hanyalah isakan tangis keputus-asaan yang keluar perlahan dari mulutku yang dipenuhi dengan air mata.
Perlahan dan lirih aku melihat kebelakang, melihat semua yang terjadi dalam hidupku, mereka semua seakan mentertawakan hidupku dan mempermainkan hidupku. mereka tertawa setiap kali mereka melihatku merasa tidak ada lagi harapan, mereka tersenyum setiap kali aku menangis karena kepedihan, aku membenci mereka, aku benar-benar membenci mereka, namun aku tidak bisa menyalahkan mereka karena mereka benar. mereka selalu benar.. bagaimana mungkin mereka tidak benar, mereka adalah masa laluku yang membuatku seperti ini
Aku tidak pernah melihatnya lagi, tidak pernah sekalipun sejak hari itu, samar-samar aku mendengar suaranya dan mengulang semua adegan setiap harinya, dan itu yang membuat jiwaku lumpuh, membuatkan pikiranku meracau, dan membuatku gila dan tidak punya arah. aku melihatnya hanya dalam mimpi, satu-satunya akses untuk bisa melihatnya tanpa harus aku sadari, dan semakin aku bermimpi tentangnya, semakin aku tidak ingin terbangun. melihat semua kenangan indah bersamanya, terasa begitu menenangkan jiwa, aku tahu jiwaku akan tersobek bersamaan dengan perihnya memori ketika aku bangun nanti, oleh karena itu aku tidak ingin terbangun. dan kuharap aku tidak pernah terbangun.
Jadi, dimanakah harapan? dimanakah kesempatan? dimanakah Jalan? mereka semua menyembunyikan diri dariku. mereka berada di belakang semak-semak keputusasaan, kepedihan dan kemalangan. dengan liciknya mereka bersembunyi di belakang itu semua, mereka mengatakan mereka akan keluar apabila saatnya tepat, namun aku tahu mereka perlahan melarikan diri dariku karena mereka tahu aku mengejar dan membutuhkan mereka semua disini sekarang. dimanakah kebijaksanaan? tidak ada kebijaksanaan disini, yang ada hanyalah malapetaka yang kubuat sendiri, dan setiap benih malapetaka itu sedang kupetik hasilnya. sakit-sakit-sakit dan rasa sakit yang kudapat, mencambuk setiap inchi dari jiwaku tanpa ampun. mentertawakan diriku, mengatai diriku dan mengingatkanku terus akan hari itu, hari dimana aku memutuskan untuk pergi, untuk menyerah … argh, akankah hari itu tidak akan pergi dariku… walaupun aku berusaha untuk menjauh darinya?

(197) Question and Answer

Kalau kalian memang mempunyai pertanyaan, jangan tanyakan kepadaku karena aku tidak mengetahui apa-apa soal apa yang kalian tanyakan kepadaku. hidupku sudah cukup merana dengan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh dunia kepadaku, begitu banyak pertanyaan dengan ketiadaan jawaban. seluruh hidupku hanya kuhabiskan untuk mencari jawaban, namun jawaban itu tidak pernah kutemukan. yang ditemukan hanyalah petunjuk dan tanda-tanda yang mengarah tidak kepada jawaban, namun kepada pertanyaan selanjutnya. begitu banyak tanda dan jalan sehingga aku tidak lagi tahu jalan mana yang harus aku ambil.
Kalau kalian memang mempunyai informasi, jangan berikan kepadaku informasi yang kalian tahu. karena setiap informasi yang kalian berikan kepadaku, membahayakan setiap jengkal kehidupanku. setiap informasi berisi satu kecaman pisau yang siap mengoyak hidupku. seluruh hidupku kuhabiskan hanya untuk menyimpan informasi dan hanya menyimpan, namun tidak ada seorang pun yang datang mengambil informasi ini, hingga hampir pecah hidupku menampung semua informasi ini. kepada siapakah informasi ini akan kuberikan.
Kalau kalian memang menginginkan jawaban, jangan cari jawaban itu disini, karena setiap langkah yang aku jalani membawa pertanyaan. tidak hanya pertanyaan mudah tetapi juga pertanyaan sulit. siapakah yang bisa menjawab pertanyaan ini ketika aku ingin mendengar sebuah jawaban? begitu banyak pertanyaan yang harus aku ajukan namun tidak ada seorang pun yang berani menjawab, aku bukanlah seorang penghukum, aku tidak akan menghukum siapapun yang akan menjawab pertanyaanku. hanya saja sangatlah sulit mencari seseorang yang mau menjawab pertanyaanku. pertanyaanku hanyalah tentang kehidupan, siapakah kita? apakah arti hidup kita? apakah kita akan tetap disini? dan masih beribu pertanyaan lainnya. tidak ada seorang pemberani yang mau menjawab, setiap insan manusia baik pria maupun perempuan yang kutemui hanyalah pengecut, sama seperti diriku yang tidak berani mencari jawabannya sendiri.

(196) Fight For Faith

Siapakah aku yang mempunyai kekuatan untuk tidak takut kepadamu, tuhan? seperti burung gagak yang memakan mayat-mayat yang berserakan dan kemudian terbang pergi. aku terus menerus memberikanmu makan dengan dosa-dosaku dan kemudian berangsur pergi tanpa memperdulikan dirimu. aku berharap burung-burung gagak itu memakan dosaku dan membuatku berpaling kepadamu lagi?

Siapakah aku yang selalu merasa pantas untukmu? ketika aku berada diatas angin, dengan bangga aku selalu mendongakkan kepalaku tinggi, namun disaat aku jauh dan tertindas, aku menutupi mukaku dengan selubung agar aku tidak terlihat olehmu? aku berharap tidak tidak lagi posisi aku berada diatas angin agar aku selalu terlihat olehmu.

Siapakah aku merasa bangga bisa berjalan dalam jalanmu, ketika aku yang diberikan jalan darimu. tidak, bukan aku yang membuka jalan itu. aku hanya mencari, tetapi engkau yang membuka jalannya. jadi siapakah diriku bisa merasa bangga, siapakah aku boleh merasa bangga? sekali-kali tidak, karena engkau yang menginginkan aku seperti ini, aku tidak pernah meminta, namun engkau yang memberikan semua. aku berharap aku hanya terus mencari sehingga engkau terus membukakan jalan untukku.

Sudah cukup lama terombang-ambing dalam kehidupan ini tuhanku.. darah dan dosa sudah kuberikan olehmu, namun tetap saja burung-burung gagak itu memakan bangkai-bangkai dosaku dan kemudian pergi setiap harinya, masih saja aku merasa bangga dan merasakan diriku lebih superior dari orang lain. masih saja aku menekankan duri ke kepalamu dengan kesombonganku, dengan dosaku. engkau menjerit kesakitan setiap kali aku berbuat dosa.. namun engkau masih saja memaafkan dosaku. kenapa engkau seperti itu tuhan? kenapa engkau masih saja mengampuni diriku yang tidak berguna ini? tidakkah itu membuatmu sakit tuhanku?

aku tidak bisa menurunkanmu dari salib yang berat itu. bahkan ketika bundamu datang kepadaku untuk berdoa untukmu, aku tidak bisa melakukan itu kadang, karena aku dipenuhi oleh kesombongan, kemalasan, keengganan, dan juga keangkuhan. "aku tidak membutuhkan tuhan" "tuhan itu tidak ada" "tuhan itu hanya khayalan" …. entah sudah berapa kali aku mengucapakan kalimat itu dari mulutku. dan aku merasa bangga mengucapkannya kadang, santo dan santa disurga sudah menepuk dahi mereka dengan tangan mereka karena sudah tidak kuat dengan tingkah laku dan perangaiku, mereka mengeluh setiap detiknya kepadamu, menyuruh dirimu untuk memberikan hukuman atau mematikan jiwamu, namun lihat apa yang kaulakukan? engkau tetap tersenyum kepadaku, tidak peduli berapa dalam duri yang terus menekan kepalamu, tidak peduli betapa berat salib yang kau pikul, engkau tetap melihat, mendengar dan menjawabku dengan senyum kasihmu. satu kata dariku untukmu, tuhanku, KAU GILA!! kau gila, karena engkau begitu mencintaiku, sehingga engkau tidak pernah mau melihat kejahatan-kejahatan dan dosa-dosaku, aku benci melihatmu tuhan, benci karena aku selalu tidak sanggup melawan kasihmu… benci mengingat betapa tidak pantasnya aku berada disini, dihadapanmu dan dikasihi olehmu.. benci karena pada akhirnya aku berjalan didalam jalanmu lagi dan berlutut menyembahmu.. kenapa engkau begitu mahakuasa tuhanku? kenapa engkau bisa begitu tahu hambamu ini begitu membutuhkanmu? kenapa engkau bisa sebegitu hafal tabiatku sebagai pendosa ini sehingga engkau tidak pernah bosan menunggu aku untuk kembali pulang?

apakah aku bisa begitu kuat untuk bisa bertemu denganmu secara langsung tuhanku? apakah aku akan bertekuk lutut nantinya? akankah aku gemetar saat engkau menyambutku? akankah bundamu juga ada disana? dan saat aku melihat kebelakangmu, akankah aku melihat allah bapa duduk di singgasananya? apabila aku disana, akankah dosa-dosaku kau ampuni? kenyataannya adalah aku belum berada disana dan aku belum diperbolehkan untuk berada disana, karena saat ini aku bisa merasakan sakit di tanganku, yang aku pegang sekarang adalah mahkota durimu ya tuhanku.. aku menggenggam erat mahkota durimu, biarlah diriku menderita, karena aku tahu penderitaanku adalah untuk kebahagiaanmu dan juga kemuliaanmu. jadi biarkanlah aku membuatmu senang sekali ini saja… dan biarkanlah imanku menuntunku pulang .. padamu.

(195) Bitterness from Delicate

Sudahkah ini selesai semua? sudahkah semua pertengkaran ini berakhir? sudahkah ada pihak yang memenangkan pertengkaran ini? karena kini aku duduk diatas ranjang ini dan masih menangis.. masih menutup kedua mataku dengan telapak tanganku. kepalaku berputar karena semua perasaan ini bercampur aduk.. sudah berapa lama berlalu sekarang? sudah cukup lama aku menunggu disini ... dan setiap kali aku menunggu, waktu rasanya semakin berjalan lambat ... aku berusaha untuk mengingat semua, namun disisi yang lain aku juga berusaha untuk melupakannya, apa kemauan dari pikiranku? tuhan, engkau selalu berkata surga berada tidak jauh dari hatiku? kenapa aku tidak bisa engkau langsung taruh di surga saja tuhanku? kenapa aku harus melewati semua ini? apakah aku harus terus menerus memberikan diriku sendiri alasan-alasan untuk terus menerus bertahan disini?
Air mataku jatuh lagi ke lantai, ingatan-ingatan ini terasa menyiksaku, kadang aku tidak bisa menghadapi malam hari dan takut untuk tertidur... aku masih sering mendapati diriku menjulurkan tanganku untuk mencari sentuhan yang biasa aku temukan.. namun kini sentuhan itu tidak lagi ada. aku masih mengharapkan senyum dan tawa yang biasa aku dengar dan aku lihat itu kembali menyapaku. namun semua itu tidak ada lagi, yang ada hanyalah ingatan-ingatan pahit akan semuanya. keegoisanku merebut semuanya dariku. jadi dimanakah aku sekarang? sentuhan yang kudapatkan sekarang bukanlah sentuhan yang aku mau, tawa yang aku dengar bukanlah tawa yang aku mau. apakah ingatan ini akan hilang, temanku? apakah ingatan ini akan terus menghantuiku? akankah aku masih kuat berada dijalan ini ketika 20 atau 30 tahun ke depan aku masih mendapati ingatan ini masih ada didalam kepalaku, menghantuiku seperti aku menghantuimu dengan pertanyaan-pertanyaan bodohku ini?
Apakah dia sedang tersenyum bahagia saat ini tuhanku? apakah saat ini dia sedang memikirkan diriku? apakah saat ini dia ....??? hmph ... tidak usah beritahu aku jawabannya, karena apapun jawabannya aku masih berada diatas ranjang ini dan masih tersedu memikirkan semuanya. kota ini masih sama, kamar ini masih sama, udara disini masih sama, semuanya masih sama, tidak ada yang berubah, kalaupun ada yang berubah hanyalah waktu yang terus menerus berjalan membawaku entah kemana. nafasku pun sudah tidak sebaik dulu saat aku meninggalkan dirinya, kesehatanku pun sudah tidak sebagus dulu saat aku masih egois. jadi, apa yang aku punya sekarang kecuali ingatan-inagtan pahit namun indah ini? di satu sisi aku ingin menghapus semua ingatan jahanam ini dari otakku untuk satu menit saja, namun disisi yang lain, aku ingin menyimpan semua ingatan ini untuk 1 jam. semuanya tarik menarik tanpa aku tahu siapa yang harus aku menangkan. aneh .. aneh .. aneh ..apakah cinta itu benar-benar ada? apakah harapan itu masih menggantungkan dirinya kepadaku? apakah takdir itu masih ada diatas sana dan masih menunggu untuk menjatuhkan dirinya keatas diriku? semuanya berlalu, dan begitu pahit sehingga aku bisa menangis seharian penuh saat aku mengingatnya... apakah impianku akan terus menerus bisa kupegang untuknya? apakah aku sudah menjadi lebih baik saat aku meninggalkan dirinya? apakah aku bertumbuh menjadi lebih dewasa dari sebelumnya? apa yang bisa aku katakan hanyalah semoga ... dan apakah dia akan kembali ke sini, tuhanku? apakah dia akan kembali ke ..... mataku buram lagi karena air mataku turun lagi ke lantai, tuhanku. semuanya menjadi terlalu buram dan sendu, aku tidak tahu jalanku ... aku tidak tahu tujuanku ... semua ini pil pahit yang masih ada didalam mulutku dan belum bisa aku telan.

(194) Neo Cavitaste

mungkin ketidaktahuan kitalah yang membawa kita hingga saat ini.. ironis bukan? ketidaktahuan kita menjadikan kita berjalan hingga sejauh.. semakin kita tidak tahu semakin kita ingin menjadi lebih tahu. bayangkan kita tahu akan semua hal, mungkin rahasia akan hidup tidak lagi menjadi nyaman dan aman. banyak yang mengatakan kepintaran kitalah yang membawa kita hingga ke titik ini. benarkah? apakah benar kepintaran kita yang membawa kita hingga disini, bukannya ketidaktahuan kita? mungkin tuhan benar, kita semua disini karena ketidaktahuan kita, dan kita ada disini karena kita belajar sesuatu dariNya? berapa lama kira-kira kita akan di dunia, banyak orang bijak mengatakan kita semua yang ada disini hanya menumpang hidup di dunia yang diberikan kepada kita...
mungkin surga yang kita cari adalah dunia dimana kita hidup sekarang, dunia yang seharusnya menjadi baik, indah dan istimewa namun sekarang berubah menjadi hancur karena ketidaktahuan kita. terkutukkah kita? aku tidak tahu karena setahuku tuhan tidak pernah mengutuk, hanya manusia yang mengutuk dan terkena kutuk. beban pikiran yang ada didalam otak kita terjadi karena kita tidak tahu dan belum tahu. kepintaran kita hanya sesaat, dan sesaat itulah yang tuhan berikan kepada kita untuk kita rasakan, kita cerna dan kita dalami. bagaimana mungkin seseorang menyebut dirinya jenius? bagaimana mungkin ejekan idiot melekat pada kita semua kalau kita tahu semuanya. tidak... kita tidak akan pernah mengetahui semuanya. karena memang itu yang tuhan tahu. pengetahuan adalah hal yang mengerikan dan juga mengasyikkan. tetapi tuhan pun suka bermain, dia tahu permainan ini akan lebih mengasyikkan ketika kita yang sedang diajar olehnya menemukan sendiri jawabannya pada waktunya, kenapa? hanya karena satu hal. dia ingin melihat senyum di mulut kita dan mendengar ucapan terimakasih dari kita setulus hati karena petunjuk yang dia berikan.
dan kau tahu temanku, ketika aku menulis kalimat-kalimat ini diatas, aku baru sadar ... sudah lama aku tidak tersenyum kepadaNya dan sudah ribuan tahun aku tidak berterima kasih kepadaNya? kenapa? karena ketidaktahuanku inilah yang membutakanku.. aku tidak tahu Dia masih menunggu senyum dariku ...

(193) hatiku yang di sebelah sana

Bayang-bayang hidupku menghantui jiwaku hingga detik ini ... hari ini tepat 365 hari telah lewat, dan masih ingatanku membuatku jatuh disini. memoriku membuatku letih akan semuanya..dimana aku tidak bisa bergerak maju maupun mundur, bahkan untuk mencoba bertahan pun setengah mati aku harus mengalahkan pikiranku terlebih dahulu. hatiku yang berada di sebelah sana masih mengingatku, dan itu membuatku panik ..panik karena aku membencinya dan sekaligus mencintainya ... tidak tahukah mereka betapa susah aku melupakan semuanya? hatiku yang disebelah sana menyapaku dan aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan ... mengikuti kata hatiku-kah? atau bergerak berdasarkan logikaku? aku tidak tahu jawabannya, karena seperti yang aku bilang, untuk bertahan pun setengah mati rasanya ..dan logika dan kata hatiku tarik menarik dan tidak ada yang mau mengalah ..aku sedih melihatnya, aku sedih mendengarnya .. namun tidak ada yang bisa aku lakukan, kecuali mundur selangkah dan pergi entah kemana.
Apakah aku pengecut temanku? karena aku merasa takut, sungguh takut. takut hatiku yang berada di sebelah sana akan merobek hatiku disini. apakah waktunya sudah genap? belum, aku belum siap untuk semuanya. aku bahkan selalu membalikkan pandanganku ketika aku mencoba menatapnya. jadi dimanakah keberanianku? dimanakah prinsipku? kenapa hatiku yang berada disebelah sana tidak pernah mengerti ... mengerti bahwa begitu susah untuk melepaskan semuanya ... hari demi hari aku melawannya dengan berusaha menipu diriku sendiri, dan apakah itu berhasil? aku tidak tahu. tidakkah dia tahu setiap gerakannya membuat duniaku runtuh dan tertekan? tidakkah hatiku yang berada disebelah sana mengetahui betapa bencinya aku kepadanya dan betapa rindunya aku kepadanya? sial. hanya satu kata itu yang kuucapkan, berusaha merangkum semuanya .. namun tidak pernah berhasil.. sampai kapan aku begini? dan sampai kapan hatiku akan kembali kepadaku secara utuh? akankah jalan terbuka? atau jalan sudah tertutup dan menghilang? tidakkah hatiku yang disebelah sana mengetahui aku semakin membenci penciptaku ketika aku disapa olehnya? ketika aku dibelai olehnya? menipu diriku sendiri.. yah, itu yang paling hebat dan yang paling bisa aku lakukan saat ini.

(192) Celebration

Adakah aku disini untukmu, tuhanku? karena di dalam gereja ini, aku merasa lelah ... sungguh lelah yang amat sangat. ketika hamba-Mu ini sudah tidak kuat lagi untuk berdiri, maukah engkau memberikan aku kekuatan untuk bisa lagi mengangkat kedua kakiku? karena aku tahu, walaupun engkau lelah, engkau akan tetap berusaha berdiri untuk hamba-Mu ini, tetapi kenapa kami umatmu susah sekali untuk berdiri, berlutut dan menjalani perayaan ekaristi ini? kenapa rasa kantuk mendera kami setiap kali utusan-Mu memberikan amanatMu? apakah air suci yang kami berikan ke kening kami sendiri sudahlah cukup untuk menghapus dosa-dosa kami? apakah tubuh dan darah-Mu yang kami terima sudah cukup menjadikan kami baru? dimanakah semangat juang dan kepercayaan kami, karena kami tahu engkau begitu percaya kepada kami.. namun kemananakah kami sekarang berjalan tuhanku? kearah kematiankah? kearah mautkah? apakah kami sedang membuka jalan kami sendiri ke neraka saat ini? karena duni ini sudah seperti neraka tuhanku, dimanakah engkau sekarang berada? katakan engkau berada disampingku tuhan, karena hanya karena kehadiran-Mu aku bisa berdiri utuh. tanganku gemetar karena takut tuhan apabila masuk kedalam gerejaMu, karena aku tahu ini adalah satu-satunya tempat damaiku, tetapi dosa-dosa yang aku buat seakan tidak ada habisnya dan aku hanya bisa mengingat dosa-dosaku sebagai alasan untuk tidak menjumpaiMu ... sakramen yang aku terima, yang aku masukkan kedalam mulutku, apakah sudah menyucikan lidahku, tuhanku? apakah berkat yang aku terima sudah berada dalam hidupku? karena aku tidak merasa ada perubahan dalam hidupku. sabdakan kepada kami tuhanku, karena kami (khususnya aku) mencari jalan keluar dari pertanyaan-pertanyaan ini. kami semua datang kepadaMu karena kami percaya kepadaMu, namun rasa percaya kami yang kadang-kadang membuat kami buta dan percaya diri akan semua perbuatan kami. jadi dimanakah kami sekarang tuhanku, apakah kami berada didalam jalanMu? atau kami sedang berusaha menggali jalan kami sendiri ke neraka? tolong beritahu kami ya tuhan, karena kami semua datang ke dalam perayaan ini untuk bertemu denganMu, dan berusaha sekuat tenaga kami untuk percaya kepadaMu. dan anehnya itulah hal tersusah yang harus kami lakukan untukmu walaupun kami ingin... ampuni kami hambaMu tuhan.

(191) Oldy Oldy

pernahkah engkau berpikir, ketika engkau sudah beranjak tua, dimana tubuhmu renta, tulangmu sudah tidak kuat lagi menopang tubuhmu, rambutmu memutih … apa yang menjadi temanmu? kurasa jawabannya adalah rasa sepi.

ingat-ingat lagi masa mudamu, dimana engkau mempunyai banyak sekali teman yang bisa engkau ajak pergi, namun kemanakah mereka sekarang? tidak ada yang mencarimu, tidak ada lagi orang yang mengajakmu pergi. kemana mereka? masihkah mereka hidup? wow...sudah berapa lama engkau tidak berbicara dengan mereka? sudah berapa lama engkau tidak melihat mereka? masih ingatkah mereka kepadamu? masih ingatkah kamu kepada mereka?

ketika dahulu telepon rumahmu senantiasa berdering .. mendengarkan suara seseorang yang mencari dirimu, siapapun itu. namun sekarang, kemanakah suara dering telepon itu? hanya suara orang yang salah sambung yang engkau dengar atau kalaupun telepon itu berdering, tubuhmu yang rapuh sudah tidak kuat lagi untuk menghampiri telepon itu dan akhirnya dering itu terputus tanpa engkau tahu dari siapa itu.

ingat betapa kerasnya engkau bekerja disaat mudamu? mengumpulkan harta benda untuk kepuasan batinmu, kemanakah harta benda itu sekarang? tidak ada membekas, karena engkau juga sudah tidak lagi membutuhkan harta benda itu. yang kau butuhkan hanyalah obat-obatan untuk berusaha memperpanjang hidupmu dan bahkan ingatanmu sudah tidak lagi kuat untuk mengingat apa merek baju kesukaanmu.

dahulu sabtu minggu engkau habiskan masa mudamu dengan bercanda, berkencan dengan kekasihmu, bercanda gurau dengan orangtuamu .. namun sekarang hari sabtu minggu tidak ada lagi bedanya dengan hari senin, yang kau lakukan hanyalah berpikir "Apa yang bisa aku lakukan hari ini? apa yang bisa aku lakukan dengan tubuhku yang renta ini?" dan menghabiskan sisa harimu dengan membaca koran yang matamu saja sudah tidak bisa lagi melihat jelas huruf-hurufnya, yang terlihat hanyalah deretan baris yang buram.

dimana orang tuamu? mereka pasti sudah mendahuluimu, bukan? yang kau pegang sekarang adalah foto-foto keluarga, masa lalumu yang engkau pegang dengan erat, berharap masa-masa itu kembali datang, tetapi mengingat masa itu membuatmu sedih, karena engkau tidak bisa merubah masa lalu dan masa lalu tidak akan pernah kembali terulang. "hidup hanya sekali" ucapmu pelan, dan engkau bertanya apakah hidupmu berarti ...

kemana anak-anakmu? mereka sudah menikah dan sibuk dengan pekerjaan dan juga pasangan hidup dan keluarga mereka masing-masing. mereka tidak melupakanmu, hanya saja waktu yang mereka luangkan untukmu hanyalah sedikit. sesekali mereka datang menjengukmu dan memberikan engkau hadiah. tapi engkau tidak membutuhkan hadiah, yang kau perlukan adalah sentuhan, ciuman di kening dan juga perhatian. engkau tidak tahu apa yang anakmu dan keluarganya katakan kepadamu, karena telingamu tidak lagi bisa dengan jelas mendengar apa yang mereka katakan tidak peduli bagaimanapun dekatnya mereka berbicara, yang engkau lakukan hanyalah mengangguk-angguk kecil, berpura-pura mengerti. padahal dalam hati hanya ada satu teriakan kecil dari hatimu yaitu "tolong jangan pulang, jangan tinggalkan aku" dan ketika cucumu yang kecil melambaikan tangannya kepadamu, engkau berharap waktu berhenti dan engkau kembali muda. tapi itu tidak akan terjadi. dan beruntunglah engkau masih memiliki anak dan cucu .. bagaimana dengan mereka yang tidak memiliki keluarga sama sekali?

hei..mengerikan bukan betapa usia itu bisa seperti itu? namun yang lebih mengerikan adalah kesepian yang melanda dirimu. dimana di saat-saat seperti ini engkau merasa benar-benar ingin tuhan memanggilmu dan mencabut nyawamu .. namun apa yang terjadi? engkau hanya bisa menunggu, menunggu dan terus menunggu hingga akhirnya tuhan menurunkan malaikat mautnya untuk menjemputmu. mengerikan bukan? simpan ketakutanmu untuk nanti temanku, karena kita masih disini, masih muda dan aku masih bisa dengan luwes menggerakan jemariku untuk menulis ini kepadamu, dan engkau sendiri masih memiliki penglihatan yang baik untuk bisa membaca semua kata-kata ini ...

(190) Faith of Deceiving Myself

Aku tidak mau berharap, tidak .. tidak mau. aku tidak ingin mendengar akan apa yang pikiranku bilang. takdir? persetan dengan kata itu. aku berdiri disini, menuliskan ini .. mentertawakan takdir. persetan denganmu takdirku. bagaimana bisa kita manusia mengatakan ini adalah takdir tuhan untuk kita? bagaimana bisa kita manusia mengatakan manusia itu adalah jodoh kita, bagaimana bisa kita mengatakan dia adalah orang yang dibuat khusus dari tuhan hanya untuk kita, kalau kita tidak pernah bertemu dengannya? kalau kita tidak pernah bisa melihatnya? kalau kita tidak bisa mendengar suaranya? bagaimana kita bisa mengatakan dia adalah orang yang dibuat oleh Tuhan untukku? jadi persetan dengan takdir.
Takdir tidak ada … yang ada hanyalah kesempatan yang diberikan oleh Tuhan .. dan tinggal terserah kepada kita mau menggunakan kesempatan itu atau tidak. tapi bagaimana kalau kita tidak menyadari kita sedang menggunakan kesempatan itu dan kesempatan itu hilang tanpa kita sadari? dan ketika semuanya hilang ..kita baru menyadari kalau semuanya adalah pemberian Tuhan kepada kita? apakah itu namanya takdir? atau ini disebut nasib? bagaimana kalau kita berharap kepada tuhan akan satu kesempatan lagi … tapi selama apapun engkau menunggu, kesempatan itu tidak akan datang lagi, percaya padaku, karena aku menunggu kesempatan itu untuk datang.. dan disinilah aku, menghabiskan seluruh hidupku dan umurku hanya untuk menunggu kesempatan dari tuhan yang tidak akan pernah datang untukku. bagaimana bisa aku mau percaya? bagaimana bisa aku berharap? tidak..tidak.. aku tidak mau percaya, dan aku tidak mau berharap, karena dengan percaya dan berharap aku akan disakiti lagi, jauh lebih disakiti daripada saat aku menyadari kesempatan itu sudah hilang.. lalu bagaimana ke depannya? biarkan saja berjalan … aku tidak mau mengatakan apa-apa dan tidak mau berharap apa-apa, kalau memang tuhan berbaik hati mau melepaskan kesempatan untukku lagi, biarkan tuhan yang melepaskannya. karena aku sudah capai disini, menunggu hanya untuk satu kesempatan yang tidak pernah datang.
Jadi untuk apa aku disini? aku hanya menghabiskan hidupku dalam kehampaan dan membangun imanku akan kekosongan, aku percaya kepada kekosongan jiwaku .. bagaimana bisa aku tertawa, tersenyum ketika tidak ada kebahagiaan dalam diriku? aku hanya berdiri disini, menuliskan kata-kata ini keatas kertasku dengan menggunakan penaku, sambil sesekali melihat keatas, kearah awan, dan membayangkan aku melihat tuhan dan berkata "masih adakah kesempatan lagi?" .. aku diam dan berharap mendengar atau melihat sesuatu dari atas sana, namun tidak ada.. tidak ada apa-apa .. yang ada hanyalah kepedihan, dan setiap kepedihan dan air mata yang aku keluarkan membuat aku semakin yakin akan imanku akan kekosongan jiwaku, dan semakin mempercayai takdir itu hanyalah omong kosong belaka.

(189) regret

sudahkah aku sembuh dari luka yang aku buat sendiri? apakah aku sudah boleh berjalan lagi untuk menekuni hidupku? atau lukaku sedemikian parahnya sehingga aku tidak akan bisa berjalan lagi? rasa sepi ini membunuhku setiap kali aku melihat realita hidupku, bagaimana seperlima kehidupanku hancur dan hilang dalam waktu hanya kurang lebih seperseribu hidupku. betapa menakjubkannya kebodohanku, betapa menakjubkannya ketololan yang aku perbuat kepadanya dan kepada hidupku. kalau aku bisa melihat aura hidupku, kurasa hanya warna-warna gelap dan sedih yang akan kulihat, karena aku masih sangat sedih dan masih berada disini melihat luka yang telah aku buat lagi.
ini baru luka yang aku buat kepada diriku, bagaimana dengan luka yang kubuat terhadap dirinya? bisakah itu sembuh? berapa lama waktu yang dibutuhkan dirinya untuk sembuh dari luka yang aku buat di hatinya? akankah aku boleh memeluk dia saat dia mengerang kesakitan karena luka yang aku buat itu? akankah dia membolehkanku menggenggam tangannya ketika dia merintih kesakitan karena sayatan luka di hatinya terbuka kembali? aku berharap dia memperbolehkanku, karena aku ingin menyembuhkan luka yang telah aku berikan kepadanya. aku menangis setiap kali aku mengingat hari dimana kebodohanku muncul, dan aku masih menyesalinya hingga sekarang, akankah hari-hari sebelum kebodohanku dimulai bisa kembali padaku? karena aku merindukan hari-hari itu, aku merindukan senyumnya, aku merindukan genggaman tangannya, aku merindukan sambutnya, aku merindukan semua dari dirinya. dan aku akan memberikan apa saja untuk bisa mendapat kesempatan lagi untuk bisa merasakan itu semua lagi. akankah kesempatan itu datang lagi?
aku berdoa setiap saat, aku berharap kepada tuhan agar tuhan mau berkenan memberikan satu kesempatan lagi. dan sambil menunggu kesempatan itu datang, aku berusaha sekeras dan sekuat mungkin berusaha memperkuat pondasi hidupku, berusaha sekeras mungkin memperbaiki luka dan diriku, agar (ketika) kesempatan itu datang, aku akan menjadi seseorang yang jauh lebih baik untuk dirinya. aku mencintai dirinya, aku mencintainya jauh lebih besar daripada aku dulu pernah mencintainya, tapi apakah dia melihatku? apakah dia mau melihatku? apakah cintaku kepadanya membuatnya takut? apakah aku salah mencintainya? aku hanya ingin bersamanya kembali, apakah itu salah?

(188) 5 aplhabet

"kamu masih disana?" tanyaku kepada diriku sendiri. "kamu masih berada disana?" tanyaku lagi. dan aku bisa melihat diriku sendiri mengangguk berkali-kali tanda mengiyakan. diriku duduk bersimpuh darah diantara bayang-bayang diriku sendiri. dia menangis, dia meraung kesakitan, dia memegangi dadanya sendiri, seakan ingin merobek daging kulitnya untuk bisa menahan sesak yang ada dihatinya.

aku menangis melihat dia begitu kesakitan, begitu berusaha keras untuk tidak mengacuhkan rasa sakit itu. tetapi aku melihat diriku sendiri, ketika dia semakin mencoba untuk mengacuhkan sakit itu, semakin sakit itu mencambuknya, menamparnya, membunuhnya. aku tidak bisa melakukan apa-apa untuk dirinya, walaupun itu adalah diriku sendiri. aku berteriak namun aku tidak mendengar. sia-sia saja. aku bertatapan mata dengan diriku sendiri. tatapan mata itu begitu kosong, begitu hampa, begitu tidak ada arah, aku sedih melihatnya, aku sungguh sedih.

namun aku tidak bisa berbuat apa-apa. dia menunduk, dia berusaha berdiri, tapi untuk berdiri pun dia tidak bisa. dia kalah dengan rasa sakit di hatinya, dia kalah dalam peperangan ini. aku bisa melihat diriku tidak lagi mempunyai apa yang disebut semangat. tidak, aku tidak melihat sedikitpun itu dari dirinya. kemana diriku yang aku kenal? kemana orang yang begitu mudah tertawa? kemana dia? matikah dia? tidurkah dia? pergikah dia? tidak! dia ada didepan mataku, aku bisa melihatnya, namun dia hanya menundukkan kepalanya dan mengeluarkan butir-butir air mata yang seakan tidak akan habis. yang akan habis hanyalah jiwa dan hatinya.

hari-harinya dilalui dengan kepedihan, penyesalan dan juga kesukaran. dia sesekali melihatku, dari tatapannya aku tahu dia berteriak minta tolong, meminta dengan amat sangat kepadaku agar aku bisa menolongnya, tetapi aku tidak bisa melakukan apa-apa untuk dirinya. untuk mencoba pun aku tidak bisa. aku melihat dia mengambil sebuah pisau kecil, dan terisak-isak memeluk pisau itu, dia melihat lengannya, dan tanpa ampun dia mengiris-iris lengannya sendiri, seakan-akan lengannya itu adalah daging hewan, darah mengucur dari lengannya, dan dia mendongak keatas menahan rasa sakit yang bukan datang dari pendarahan lengannya, tetapi datang dari dalam hatinya yang terus merobek pertahanan dirinya, binatangkah dia? manusiakah dia? aku tidak tahu, yang aku tahu setiap darah dan air mata yang dia keluarkan adalah benar apa adanya, sebuah kemurnian hati yang benar-benar jujur.

aku melihat kekosongan di matanya, setelah 21 sayatan di lengannya yang memberikan cinderamata pada kulitnya, dia memeluk dirinya sendiri, dia jatuh ketanah ... tanpa kekuatan, tanpa kesadaran, tanpa cinta, tanpa perasaan. yang ada hanyalah kekosongan, kepedihan, dan suara isak tangis yang jujur. dia terus bergumam, menyebut sebuah nama yang terus menerus diucapkannya. sebuah nama yang terdiri dari 5 huruf yang berkaitan yang apabila diucapkan akan semakin membuat dirinya bertambah sakit... dan nama itu masih membekas dan tidak akan pernah pergi dari ingatan dan jiwa serta hatinya ...

(187) War? Still Far ...

Semua tampak damai? semua tampak tenang dan indah? percayalah padaku. jawabannya adalah tidak. kita banyak berbicara tentang kehidupan, kita banyak berbicara tentang pengkhianatan, kita banyak berbincang tentang cinta, dan kita banyak berdebat tentang manusia. namun perang belum selesai saudaraku ... perang tidak akan selesai, setidaknya sampai aku bisa menemukan jalanku untuk pulang. sudah 25 tahun perang ini berkecamuk, tidak terlihat? tentu saja karena perang ini ada didalam diriku, dan setiap manusia mempunyai perangnya sendiri. perang ini akan terus .. percayalah padaku. bagaimana caranya untuk memenangkan perang ini aku sendiri tidak tahu, tapi kalau engkau menanyakan kepadaku bagaimana caranya untuk kalah aku sangat mengatahui hal itu, namun jangan salah .. untuk kalah pun aku kadang aku takut, karena aku sendiri tidak mau kalah, dan sakit rasanya untuk kalah. jadi bagaimana dengan nasib perang ini? akankah terus berlanjut atau akan berhenti?
Terus menerus aku meminta agar seseorang memenangkan perang ini dan menghentikannya, namun tidak ada seorang pun yang bisa melakukannya, kecuali diriku. kita banyak bertemu dalam setiap kesempatan temanku, khususnya pada saat engkau bercermin, engkau akan melihat diriku yang tidak lain adalah dirimu sendiri ... dan pada saat itulah engkau akan bertanya "sampai kapan? bagaimana caranya? apa tujuannya dan jutaan pertanyaan lainnya..." tenang saja, tanyakan saja padaku apa saja yang ingin engkau tanyakan, kita bukanlah orang asing, kita adalah saudara ... keluarkan suaramu untuk bertanya, jangan malu. hidupkan semangatmu. apa yang bisa membuatmu mendongakkan kepala dan terus berjalan maju, itulah seharusnya yang kaupegang, melangkah untuk maju bukanlah hal yang susah. yang dibutuhkan hanyalah keberanian dan tekad. dimana dirimu yang bersembunyi di pojokan? aku sudah tidak menemukan dia lagi, yang ada didepanku adalah sosok pahlawan yang terus berjalan maju, meskipun memang masih sering melihat ke belakang, tapi tidak apa-apa, karena aku tahu dirimu akan terus berjalan ke depan. aku akan menemanimu untuk bisa sampai di sisi sebelah sana, aku akan mengantarmu menyusuri semua arus yang melawan arah hidupmu, aku akan membuatmu tersenyum dan tertawa sehingga engkau capai tertawa dan akhirnya tertidur. malam hari seperti ini, dimana bulan setengah tertidur adalah waktu yang sangat tepat untuk berpikir tentang semuanya lagi ..khususnya tentang perang ini. tidurlah temanku, biarkan aku yang berpikir tentang bagaimana strategi yang harus dilakukan esok hari untuk memenangkan perang ini ...atau setidaknya bertahan hidup.

(186) Winner From The Begin ...

Hei , masih ingatkah engkau akan kata-kataku tentang dunia? tentang betapa kejamnya dunia? betapa anehnya dunia ini? betapa dunia ini bisa membuatmu gila kalau engkau berani menginjakkan kakimu didalamnya? hmm? masih ingat ... bagus, aku melihatmu menganggukkan kepalamu, berarti engkau ingat akan semua perkataanku ... namun, ada satu pertanyaan yang ingin aku ajukan kepadamu .. jujur, aku sangat penasaran akan jawaban pertanyaan ini ... kenapa engkau berada disana dan menangis? hmm ...? kalau engkau tahu dan masih ingat akan semua perkataanku tentang dunia ini, kenapa engkau menyesali engkau pernah melangkahkan kakimu ke dunia ini? dan kenapa engkau terus memeluk dirimu? tidak adakah yang ingin memeluk dirimu, selain dirimu sendiri? .. aku pernah mengatakan, jangan pernah menangis ketika engkau berada sendirian di dunia, tetapi lihat dirimu sekarang, engkau hanya menangis setiap hari, engkau mengeluh setiap hari .. tegarkan dirimu, kuatkan hatimu, dan dongakkan kepalamu dan jalani dunia ini. kalahkan dunia ini. jangan pernah menyerah. kalau engkau mengingat semua yang pernah kukatakan kepadamu, maka jangan menyerah. menangislah sepuasmu ... tetapi kembalilah berjalan, jangan hanya berdiri diam disana. kepalkan tanganmu, bencilah dunia ini dan gunakan kebencian itu untuk mengalahkan dirimu sendiri.
Aku melihatmu dari atas sini, melihatmu merusak dirimu sendiri ... engkau selalu saja membuat dirimu rusak, engkau masih saja memberikan luka-luka baru di tubuh dan hatimu, tidak pernah bosankah engkau merusak dirimu? tidak bisakah engkau sedikit meningkatkan kewaspadaan dan cintamu kepada dirimu sendiri? bukankah aku pernah mengatakan kepadamu, siapa yang akan mencintai dirimu sendiri kalau bukan dirimu sendiri? lalu dimanakah engkau yang pernah kukenal? engkau yang selalu tertawa riang tanpa perlu kusuruh? engkau yang selalu bergerak kesana kemari dengan penuh semangat? siapakah engkau saat ini? aku tidak mengenalmu ... jangan terus memeluk dirimu sendiri ... lepaskan pelukan itu, bukalah hatimu dan bukalah harimu, jadikan harimu adalah hatimu sendiri.
Takdir? apa itu? takdir bukanlah sesuatu yang akan aku kuak kepada dirimu, setidaknya ... tidak sekarang. tidak, aku tidak akan membuka jawaban-jawabanku kepadamu. karena engkau belum siap untuk itu, dan engkau tidak perlu tahu karena engkau akan mengetahui jawaban pertanyaanmu, hanya saja satu keinginanku setiap kali aku melihatmu dari atas sini yaitu, jangan pernah menyerah. hidupmu aku yang mengawasi dari atas sini. kemanakah engkau mau pergi? karena setiap kali engkau pergi dan kemanapun engkau pergi, aku bisa melihatmu ... hanya saja engkau tidak melihatku. penderitaanmu aku lihat, keluhanmu aku dengar, kebahagiaanmu aku rasakan. namun seperti yang aku bilang kepadamu, aku pernah mengatakan kalau dunia ini dapat melukaimu dan engkau tetap turun ke dunia ini. maaf, sayap yang aku berikan padamu saat kau turun ke dunia ini tidak akan dapat kuberikan lagi kepadamu, sayap-sayap itu akan datang menjemputmu ketika engkau sudah selesai di dunia ini.
lihat, engkau masih saja memberikan luka-luka baru. sudahlah, jangan terpaku kepada masa lalu, karena masa lalu adalah pembelajaran, masa sekarang adalah praktek, dan masa depan adalah harapan. ketiganya adalah satu bagian dan tidak terpisahkan. kenapa aku menciptakan semua itu? karena aku ingin proses ini berjalan seperti apa adanya. engkau merasakan sakit? maaf, aku tidak mengerti apa itu sakit. aku tidak mengerti apa itu cinta, aku tidak mengerti apa itu benci. namun aku mengerti engkau. aku ingin engkau melalui banyak hal agar engkau bisa menjadi lebih kuat dan mengenal dunia ini. engkau lelah? beristirahatlah, tenangkan dirimu, perkuat langkahmu, peganglah sesuatu yang lebih erat. engkau membutuhkanku? aku selalu disini setiap kali engkau membutuhkanku. dan maaf, aku tidak bisa turun ke bawah sana, karena engkau yang harus belajar untuk naik keatas sini. engkau masih saja menangis, engkau menolak uluran tanganku ... pengampunan? aku memberikan itu kepadamu setiap hari. Harapan? aku menghadiahi itu kepadamu setiap hari. Penderitaan? engkau yang membuat penderitaan itu ada dan datang kepadamu. kematian? aku akan memberikan kepadamu kematian ketika aku tahu engkau sudah pantas mendapatkan itu. masih banyak yang ingin kuberikan padamu, namun satu hal yang ingin engkau lakukan untukku. hapus air matamu dan kuatkan dirimu, karena engkau adalah harapanku, engkau harus berada disini pada akhirnya, karena setiap bagian dari dirimu adalah diriku. aku menunggumu disini ...

(185) Epic Poems of Loliness …

Aku membuat sebuah patung indah, namun aku tidak bisa memperlihatkannya kepada siapapun, karena tidak ada seorang pun disini.
Aku membuat ribuan sajak yang romantis dan satir, namun ribuan rangkaian kata ini mati karena tidak ada siapapun yang mendengarkannya.
Aku membuat beribu pertanyaan, namun pertanyaan-pertanyaan ini tidak akan pernah terjawab karena tidak ada orang disini.
Apapun yang aku buat, apapun yang aku lakukan, tidak ada balasannya, karena hanya aku yang berada disini. begitu getirnya hatiku melihat kenyataan ini, kenyataan dimana hanya aku yang berada disini, aku melihat pahatku dan aku bisa melihat tetesan air mataku membasahi badan pahat itu. aku mengambil penaku dan aku juga melihat tetesan air mataku membasahi pena itu. aku memeluk diriku dan semakin menangis dan menggila. kenapa semuanya harus seperti ini?
Seperti inikah rasa sepi? sebuah perasaan yang mematikan, sebuah perasaan yang membunuh pelan-pelan, seperti diikat oleh sebuah tanaman belukar yang tidak pernah bisa lepas, seperti dililit oleh tubuh ular yang sangat besar. yang paling parah adalah perasaan ini tidak bisa lepas, perasaan ini harus dijalani, karena apapun yang kita lakukan, perasaan ini akan tetap ada, apapun yang kita ucapkan, perasaan ini akan tetap hinggap. yang dibutuhkan adalah kehadiran seseorang yang kita ingini, seseorang yang memiliki andil besar dalam hidup kita, kadang kita ingin mengalami perasaan ini, kadang kita ingin kesepian menghampiri kita, namun ketika kesepian ini menghampiri kita, matilah kita. kita diselimuti oleh awan gelap diatas jiwa kita sehingga kadang kita tidak tahu lagi sudah berapa dalam kita berada didalam kegelapan kesepian ini, karena kadang jiwa kita juga ingin berubah menjadi gelap dan kadang jiwa kita ingin berubah menjadi jahat, namun kesepian ini mengurungkan niat kita, kesepian ini membuat kita menjadi malas, kesepian ini menjadikan kita sesuatu yang tidak kita inginkan. kenapa? dari manakah kesepian datang? dari pikiran kita? dari hati kita? dari lingkungan kita atau itu adalah hadiah dari tuhan yang harus kita terima apa adanya? aku tidak tahu, aku, sang penyair sendiri tidak tahu darimana datangnya kesepian. dan aku, si pemahat juga tidak tahu darimana datangnya kesepian, karena kami semua sedang mengalami hal yang sama, dan berapa lama kesendirian ini akan memenjarakan kami? kemana semua orang yang kami cintai? jangan berikan kami kenangan yang indah yang pernah terjadi dalam diri kami, karena apabila kenangan itu datang, kami akan semakin terjerat dalam akar kesepian ini dan itu menyakitkan kami. tetapi berikanlah kami harapan, setetes harapan untuk kami, agar kami bisa melihat semuanya dengan lebih jelas. biarlah kesepian ini mendera kami begitu hebat, silahkan tuhan memberikan kami kesendirian tetapi juga secercah harapan, agar kami tahu apa kegunaan dari kesepian ini, agar kami dapat mencernanya dengan lebih bijak … karena apabila tidak, kesepian ini akan terus menerus mencambuk punggung kami hingga kami tewas. dan apabila kami tewas, kami akan tewas dengan mengenaskan, karena hanya kami yang mengetahui kamilah yang tewas, kenapa? karena tidak ada orang lain disini. hanya diri kami.