Ada atau tidak aku sekarang … apakah ada bedanya? aku masih hidup atau mati sekarang … apakah ada bedanya? toh dunia akan terus berjalan dan berputar tanpa diriku didalamnya. aku hanyalah sebuah titik hitam yang becampur dengan titik lain yang berwarna sama. apakah ada bedanya kalau aku menghilang dari sini? kurasa sama. apakah aku ada berharga? berapakah hargaku? tolong jawab, karena aku tidak bisa menjawabnya, aku tidak bisa membeli diriku sendiri. aku bahkan tidak mempunyai apa-apa untuk membeli diriku. sudah berapa lama aku tidak merasakan apa-apa seperti ini? sudah sebulan? setahun? seabad? aku tidak peduli. karena rasanya sama saja.
Duniaku runtuh? salah besar. duniaku bukan runtuh, tetapi busuk. sama busuknya dengan dosaku. dimana aku saat aku dibutuhkan? dimana telingaku saat aku dibutuhkan menjadi pendengar? dimana tanganku ketika aku dibutuhkan untuk memeluk? dimana aku ketika aku dibutuhkan? dimana? betapapun aku menyesal, apakah ada gunanya? betapapun aku mencoba memaafkan diriku, apakah ada gunanya? betapapun aku memperbaiki kehidupanku, apakah ada gunanya? beruntunglah mereka yang mempunyai sesuatu yang bernama kehidupan. beda dengan diriku sekarang, aku hidup, namun aku tidak mempunyai kehidupan. kehidupanku meluap dan menghilang begitu saja karena ketololanku, keegoisanku. aku tidak menyisakan satu hal yang baik pun dalam kehidupanku. sebagai anak, aku tidak mengerti dan aku tidak mengenal orang tuaku. sebagai teman aku tidak bisa diandalkan dan aku tidak lagi se-menyenang-kan dulu, aku tahu teman-temanku perlahan meninggalkan aku satu persatu tanpa aku sadari. sebagai kekasih aku lebih tidak berguna lagi, yang kulakukan hanyalah menyakiti orang yang menyayangiku. jadi harus sebagai apa aku hidup? sebagai binatang? karena aku merasa sama seperti binatang, hanya nafsu dan insting saja yang kugunakan. yah, aku binatang sekarang, bukan lagi manusia, bukan lagi seseorang, bukan lagi pria, bukan lagi wanita, bukan lagi anak, bukan lagi teman, bukan lagi kekasih, aku hanyalah binatang yang mengejar nafsu dan berjalan dengan mengandalkan insting.
Setengah-setengah, itu yang aku rasakan. hidupku seperti kue yang kubelah sendiri menjadi bagian-bagian kecil. tidak ada yang menyatu, semuanya terpisah-pisah dengan ukuran dan juga rasa yang berbeda, aku tidak memakan kue itu. aku hanya membelah dan melihatnya saja. bagaimana hidupku tidak terbelah? karena jiwaku sendiri terbelah. setengah hari pertama aku menjadi malaikat dan setengah harinya lagi aku berubah menjadi iblis … setiap harinya begitu, bagaimana aku bisa menjadi satu, karena bagaimana mungkin iblis dan malaikat bersatu? aku harus memilih.. aku harus. tapi aku memilih keduanya. karena aku membutuhkan keduanya. aku butuh malaikat dalam diriku, tetapi aku juga butuh iblis didalam diriku. aneh? seperti yang kubilang, apakah aku peduli? tidak. aku sama sekali tidak peduli. toh tidak ada lagi yang peduli kepadaku. terbakarlah mereka yang peduli padaku, karena mereka membuang waktu dan hari mereka untuk peduli kepadaku, untuk apa? aku tidak mau waktu mereka terbuang percuma.
Setiap hari aku bertanya dan berusaha menjadi peka dalam mencari jawabannya, namun aku tidak mendapatkan jawabannya, entah karena jawaban itu tidak datang tepat waktu, entah jawaban itu memang belum datang, entah memang karena tidak ada jawaban, atau karena aku kurang peka dalam mencarinya. entah … apapun itu, aku sudah lelah mencari jawabannya. karena masih banyak pertanyaan yang akan kuajukan. kalau menjawab satu pertanyaanku saja dibutuhkan satu kali hidupku, bagaimana dengan beribu pertanyaanku yang lain? aku hanya hidup satu kali. itu kenyataaan yang menyedihkan. berarti aku hanya bisa bertanya satu kali … jadi, apa pertanyaanmu? tanya tuhan terhadapku. aku hanya menunduk diam … aku tidak mau bertanya, aku mengunci lidah dan mulutku rapat-rapat, karena aku tahu kalau aku bertanya, aku menghabiskan satu kali masa hidupku untuk mencari, mendengarkan jawabnya … itupun kalau memang pertanyaanku ada jawabannya. jadi aku hanya menunduk diam, aku tidak berani menatap wajahNya. yang aku lakukan hanyalah duduk diam sambil memeluk diriku sendiri, walaupun aku tahu air mataku terus menetes saat aku menundukkan kepalaku. apakah aku peduli? tidak.
Biarlah aku menjadi sendiri seperti ini, selamanya? mungkin. aku tidak tahu, kalaupun harus seperti ini, maka ... jadikanlah. mungkin ini adalah jalan keluar terbaik. aku sudah capai dicari dan mencari, aku sudah muak mendengar dan didengar, aku sudah lelah menunggu dan ditunggu, aku sudah takut mencintai dan dicintai. jadi aku akan mengikuti apa yang disebut benda mati. aku diam. aku akan diam. aku harus diam. mungkin lebih mudah bagiku untuk diam dan tidak bersuara. hingga kapan? hingga waktuku habis.
No comments:
Post a Comment