"kamu masih disana?" tanyaku kepada diriku sendiri. "kamu masih berada disana?" tanyaku lagi. dan aku bisa melihat diriku sendiri mengangguk berkali-kali tanda mengiyakan. diriku duduk bersimpuh darah diantara bayang-bayang diriku sendiri. dia menangis, dia meraung kesakitan, dia memegangi dadanya sendiri, seakan ingin merobek daging kulitnya untuk bisa menahan sesak yang ada dihatinya.
aku menangis melihat dia begitu kesakitan, begitu berusaha keras untuk tidak mengacuhkan rasa sakit itu. tetapi aku melihat diriku sendiri, ketika dia semakin mencoba untuk mengacuhkan sakit itu, semakin sakit itu mencambuknya, menamparnya, membunuhnya. aku tidak bisa melakukan apa-apa untuk dirinya, walaupun itu adalah diriku sendiri. aku berteriak namun aku tidak mendengar. sia-sia saja. aku bertatapan mata dengan diriku sendiri. tatapan mata itu begitu kosong, begitu hampa, begitu tidak ada arah, aku sedih melihatnya, aku sungguh sedih.
namun aku tidak bisa berbuat apa-apa. dia menunduk, dia berusaha berdiri, tapi untuk berdiri pun dia tidak bisa. dia kalah dengan rasa sakit di hatinya, dia kalah dalam peperangan ini. aku bisa melihat diriku tidak lagi mempunyai apa yang disebut semangat. tidak, aku tidak melihat sedikitpun itu dari dirinya. kemana diriku yang aku kenal? kemana orang yang begitu mudah tertawa? kemana dia? matikah dia? tidurkah dia? pergikah dia? tidak! dia ada didepan mataku, aku bisa melihatnya, namun dia hanya menundukkan kepalanya dan mengeluarkan butir-butir air mata yang seakan tidak akan habis. yang akan habis hanyalah jiwa dan hatinya.
hari-harinya dilalui dengan kepedihan, penyesalan dan juga kesukaran. dia sesekali melihatku, dari tatapannya aku tahu dia berteriak minta tolong, meminta dengan amat sangat kepadaku agar aku bisa menolongnya, tetapi aku tidak bisa melakukan apa-apa untuk dirinya. untuk mencoba pun aku tidak bisa. aku melihat dia mengambil sebuah pisau kecil, dan terisak-isak memeluk pisau itu, dia melihat lengannya, dan tanpa ampun dia mengiris-iris lengannya sendiri, seakan-akan lengannya itu adalah daging hewan, darah mengucur dari lengannya, dan dia mendongak keatas menahan rasa sakit yang bukan datang dari pendarahan lengannya, tetapi datang dari dalam hatinya yang terus merobek pertahanan dirinya, binatangkah dia? manusiakah dia? aku tidak tahu, yang aku tahu setiap darah dan air mata yang dia keluarkan adalah benar apa adanya, sebuah kemurnian hati yang benar-benar jujur.
aku melihat kekosongan di matanya, setelah 21 sayatan di lengannya yang memberikan cinderamata pada kulitnya, dia memeluk dirinya sendiri, dia jatuh ketanah ... tanpa kekuatan, tanpa kesadaran, tanpa cinta, tanpa perasaan. yang ada hanyalah kekosongan, kepedihan, dan suara isak tangis yang jujur. dia terus bergumam, menyebut sebuah nama yang terus menerus diucapkannya. sebuah nama yang terdiri dari 5 huruf yang berkaitan yang apabila diucapkan akan semakin membuat dirinya bertambah sakit... dan nama itu masih membekas dan tidak akan pernah pergi dari ingatan dan jiwa serta hatinya ...
No comments:
Post a Comment