Menggenggam segenggam pasir yang terus menerus keluar dari tanganku diatas pantai ini, itu yang kulakukan sekarang, mencoba mengingat-ingat apa yang telah dunia lakukan kepadaku. Mencoba mencari alasan kenapa semua isi dunia ini meninggalkan diriku (atau aku yang meninggalkan isi dunia). Mencoba mencari sebuah alasan untuk tetap bisa menyukai keberadaanku di dunia ini. Waktu terus berjalan, aku tahu itu karena aku masih merasakan pasir ini masih mengalir dari tanganku. Mengalir dengan halus menuju kearah tanah tempatku berada. Begitu lembutnya sehingga aku juga tidak menyadari tidak ada lagi kehidupan yang aku punya. Waktu membuatku telah terlena dengan segalanya. Namun aku tidak lagi terlena karena dunia telah membangunkan diriku dengan segala macam kengeriannya.
Menurunkan kepalaku kearah tanah tempatku berada, melihat pasir-pasir itu masih bergerak lembut keluar dari genggaman tanganku seakan melihat diriku sendiri semakin menghilang dari dunia. Tubuhku masih berada disini, namun perlahan dan pasti jiwaku menghilang dari sini. Kesunyian yang kudapat berasal dari dalam hatiku, merubah hatiku yang tadinya bisa merasakan menjadi tidak bisa merasakan, menjadi semakin acuh, membenci semuanya. Kembali kepada diriku yang dahulu, kurasa. Aku mengecam dunia dengan segenap kebencianku terhadapnya. mengeluh kenapa dunia ini terasa begitu sepi, terasa begitu halau. Jantungku seakan berhenti berdetak karena menahan sesak yang disebabkan oleh rasa benciku sendiri. Mungkin aku tidak membenci dunia ini, namun aku membenci diriku sendiri.
Hanya tinggal sisa sedikit pasir yang masih keluar dari genggaman tanganku, dan mungkin hanya sisa sedikit waktu juga yang aku punya untuk bisa mencintai dunia ini seperti apa adanya. Kebencianku memuncak hingga pada titik aku ingin merobek pertemananku dengan dunia ini. Namun keraguanku muncul dan kemudian menjadi batu sandaranku untuk terus merenungkan semua. Mungkin aku terlalu lelah untuk semuanya.
No comments:
Post a Comment