Monday, May 25, 2009

(202) Plain Grey

Aku menunggu telepon yang aku yakin tidak pernah berdering,
aku masih menunggu sosok yang aku yakin tidak akan pernah datang,
aku memimpikan mendengar suara yang tidak akan pernah terdengar lagi .. aku masih menunggu, menunggu dan hanya bisa menunggu.
mungkin hidupku tidaklah sesempurna orang lain, mungkin menunggu adalah sebuah berkat sekaligus kelebihanku. tidak semua orang bisa dan mau menunggu seperti aku. makian kata bodoh, egois datang dari mulut orang lain begitu seringnya. mungkin benar aku bodoh, mungkin benar aku egois..aku membenci diriku sendiri karena hal ini. kalau aku bisa mencabut hatiku dan menggantikannya dengan yang lain, aku mau. beban hatiku terlalu berat untuk aku tanggung sendiri dan juga beban ini tidak bisa diberikan kepada orang lain. masih banyak huruf misterius yang menungguku disana, dan aku tidak tahu apa artinya. aku bisa melihat diriku terbaring lemah menunggu disini, walaupun aku tahu aku sendiri yang berada di atas lantai ini. dimanakah tuhan ketika aku membutuhkan dirinya, Dia tidak pernah datang tepat waktu, dimanakah keselamatan ketika aku membutuhkannya? ia juga datang begitu telat. yang datang begitu cepat menghampiriku adalah keputusasaan yang membawaku kepada kematian. sudah berapa lama aku menunggu? hari berganti hari dan bulan berganti bulan. waktu tidak ada lagi artinya bagiku. semuanya sama. abu-abu datar.

Sepercik darah yang aku keluarkan dari hatiku terasa begitu ringan. Setiap serpihan yang membuatku terjatuh di atas lantai ini membuatkan semakin buta. untuk bangun saja aku pun tak bisa walaupun aku mau. tuhan tidak membuatku tulangku lebih kuat karena aku sudah merusak semuanya dengan noda dunia yang aku buat. tuhan tidak membuat pendengaranku menjadi lebih tajam karena aku tidak menginginkan suaranya. aku menginginkan yang lain.lucunya adalah ketika aku berusaha, semuanya menjauh. lucunya adalah ketika aku menangis, mereka semua tertawa. lucunya adalah ketika aku menginginkan kematian, hidup menghampiri, berusaha bermain tarik ulur atas jiwaku. tuhan tidak pernah mendengar doaku, karena aku sendiri tahu aku tidak punya doa apapun. keinginanku membuatku rusak, keinginanku inilah yang membuatku diam dan terus menunggu disini, terkutukkah aku? mungkin iya, aku tidak mengerti satupun kenapa ini semua terjadi dan aku tidak pernah mendapatkan jawabannya. terus dan terus aku meminta untuk diberitahukan walau sedikit, namun yang ada hanyalah keheningan dan kegelapan yang terus menerus menderaku. mungkin aku terlalu bodoh untuk mempercayai semuanya dari awal. percaya atau tidak, semuanya sama. abu-abu datar.

Kutunggu hingga engkau mengerti cara pikirku, karena sama disini. aku juga tidak mengerti cara pikirmu. lalu dimana gunanya komunikasi dan juga atensi? dimanakah keintiman yang terjadi karena komunikasi? tetap saja aku disini, terbaring datar diatas lantai yang dingin, berharap telepon sial itu berdering. aku juga berharap pintu itu terbuka dan menunjukkan sosok yang ingin kulihat lagi. mataku sudah terasa sangat lelah, berusaha menatap gambar-gambar buram membuatku semakin membenci hidup yang tidak berguna ini. dimana letak pengampunan karena aku membutuhkannya dengan amat sangat. aku membenci sesuatu yang bernama kesempatan, kesempatan hanyalah dogma bodoh yang tidak pernah terjadi dalam hidup. semua itu hanya mengacaukan struktur hidup. ketika aku melihat semuanya terjadi didepan mataku, dimana aku dengan bodohnya melepas sesuatu yang bernama cinta, aku menghancurkan diriku sendiri. kekuatanku sudah tidak lagi ada, diserap oleh kemarahan-kemarahanku terhadap dunia ini. aku tidak pantas untuk siapapun, dimanapun aku berada, aku membawa kemarahanku ke dunia, oleh karena itu aku mengurung diriku di dalam ruangan ini, berharap semuanya akan bergerak lancar dan aku akan bisa kembali berjalan menuju dunia. namun tetap yang bisa kulihat adalah tembok-tembok yang tidak lagi berwarna. warnanya sudah sangat kukenal. abu-abu datar .. abu-abu dimana aku tahu saat itulah aku kembali menjadi abu. sama seperti mereka.

No comments: